Waktu intim bersama pasangan berkurang, jadwal hidup bergantung dengan anak, kesabaran diuji setiap hari, bahkan beberapa tidak menyadari hubungan dengan pasangan menjadi hambar karena masalah tidur bersama anak. Akibat anak tidur bersama, tidak ada private room dan intimacy untuk orang tua. Tidak ada waktu berdua, karena anak menempel terus. Bagaimana bisa mendapatkan waktu berkualitas untuk kebutuhan pasangan jika ada anak-anak selalu ada di sekitar? Inilah salah satu penyebab love coldness.
Buruknya lagi, beberapa orang tua menganggap tidur bersama anak adalah hal yang wajar. Bahkan beberapa menganggap hal tersebut sebagai konpensasi atas berkurangnya waktu untuk bersama anak. Padahal jika anak diajarkan tidur sendiri justru banyak manfaat positif yang bisa didapat. Tidur di kamar sendiri juga dapat membangun kemampuan independensi, percaya diri dan rasa kompeten pada anak. Anak-anak ini cenderung lebih percaya diri dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan saat diluaran.
Berikut ini adalah cara-cara mengajarkan anak dengan baik agar bisa tidur sendiri:
1. Idealnya Sejak Dini
Kapan anak sebaiknya diajarkan untuk tidur sendiri? Pertanyaan ini sudah pasti hinggap di dalam benak para orang tua. Jika ingin mengajarkan anak untuk tidur sendiri, sebenarnya sudah bisa dimulai sejak anak masih berusia 6-7 bulan atau bahkan sejak bayi. Sejak usia tersebut, anak sudah dapat dikondisikan untuk tidur sendiri dalam boks-nya. Meski pada beberapa waktu tertentu, ibu tetap bisa menemani anak untuk memberikan kebutuhan ASI ataupun mengganti popok. Ini untuk mulai mengurangi dependensi anak dengan kehadiran orang tuanya.
Kemudian di usia anak yang kedua tahun anak sudah bisa diberikan kamarnya sendiri. Pada usia ini ego anak sudah mulai berkembang. Anak sudah memiliki perasaan kepemilikan atau belongingness, sehingga bisa diajarkan mengenai ruang pribadi atau memiliki kamarnya sendiri.
2. Persiapan Mental Dan Tanamkan Belongingness
Lantas bagaimana bila anak sudah terlanjur masuk usia sekolah danbelum bisa tidur sendiri? Jangan putus asa dahulu, masih ada cara untuk mengajarkan anak tidur sendiri. Dan upaya ini perlu dibangun dari diri orang tua dahulu. Pastikan orang tua mempersiapkan mental terlebih dahulu. Bangun fondasi agar orang tua bisa bersikap tidak terlalu kawatir. Ingat, anak peka dengan sikap orang tua yang terlalu kawatir. Membuat anak menjadi mudah mencari celah untuk merengek dan menggagalkan pembiasaan yang sedang diupayakan.
Untuk membuat orang tua cukup percaya diri untuk membiasakan anak tidur sendiri, pertama-tama tanamkan dalam kepala, tujuan-tujuan mengajarkan anak tidur sendiri. Mulai dari membuat anak mandiri, independen dan merasa kompeten. Hingga memberi orang tua ruang privat dan intimacy. Setelah orang tua siap, bicarakan pada anak mengenai keinginan ini. Gambarkan seolah anak akan memiliki kamarnya sendiri, kerajaan barunya. Tempat dimana ia dapat beraktivitas lebih leluasa. Jadikan penggambaran memiliki kamar pribadi sebagai reward, bukan bentuk tanggung jawab baru atau tuntutan orang tua.
Bila perlu, biarkan anak ikut andil mendekorasi kamarnya sendiri. Memasukan barang-barang kesukaannya dalam kamar, dengan tetap memperhatikan prinsip estetika dan sisi kesehatan. Tujuan dari seluruh kebiasaan ini agar anak memiliki belongingness terhadap istana barunya. Selain itu, menanamkan rasa belongingness juga bisa ditanamkan dengan membiasakan anak membereskan kamarnya sendiri. Biarkan anak membersihkan kolong tempat tidur, merapikan lemari dan juga ruang kamarnya sendiri agar ia merasa menguasai tiap sudut kamarnya. Ini juga akan mengurangi rasa takut dengan fantasi menyeramkan akan kamarnya.
3. Patuhi Aturan Dan Sikapi Mimpi Buruk Dengan Bijak
Umumnya pada masa awal mulai membiasakan anak tidur sendiri, anak masih akan merasa insecure (tidak aman). Sesekali ia akan merengek takut dan ingin tidur dengan orang tua. Bila ini terjadi, jangan sesekali memperbolehkan anak kembali tidur di kamar orang tua. Diskusikan apa yang menjadi ketakutannya. Apakah ada monster atau hantu yang ditakuti atau sekedar ingin ditemani hingga ia terlelap. Bila masalahnya adalah fantasi menyeramkan, orang tua bisa menyalakan lampu tidur sampai ia terlelap.
Bila anak ingin ditemani, mengajak anak membaca dongeng bersama sebelum pergi tidur bisa juga dilakukan. Intinya, usahakan ia memiliki pengalaman menyenangkan sebelum tidur dan merasa nyaman dengan kamarnya. Kadangkala orang tua juga tidak bisa memaksakan anak langsung beradaptasi dengan kebiasaan tidur sendiri, seperti ketika anak mengalami mimpi buruk. Atau pada beberapa kasus anak dengan sensitivitas seperti takut di ruang gelap. Kedua kasus ini tentu tidak bisa dipaksakan anak tidur sendiri. Bila demikian yang terjadi, orang tua sebaiknya memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan anak.
Orang tua dapat memberi dukungan dengan menatap ke dalam mata anak dan mengatakan "Ada apa sayang? Semua baik-baik saja kan?". Bisa juga berupa sentuhan lembut di punggungnya maupun pelukan untuk menenangkan. Biarkan ia menceritakan mimpinya, lalu berikan solusi seperti membaca do'a sebelum tidur, memberinya "jimat" yang akan mengusir apa yang ditakutkan, menceritakan dongeng soal malaikat penjaga dan sebagainya. Namun tetap biarkan ia terlelap di kamarnya sendiri.
Bila anak terlalu sering bermimpi buruk, bisa jadi ada yang tidak benar dengan aktivitas kesehariannya. Kecapekan juga bisa membuat anak menjadi stres, dan stres dapat membangkitkan mimpi-mimpi buruk pada anak. Solusinya, cukupkan kebutuhan jam tidur anak dan kebutuhan bermain anak. Misalnya, untuk anak usia sekolah butuh 10-11 jam tidur perhari, anak usia 1-3 tahun butuh 12-13 jam tidur perhari, dan seterusnya. Selain itu, jangan memenuhi anak dengan aktivitas yang tidak menyenangkan di sepanjang harinya dengan segala macam kursus dan les. Beri ia porsi untuk bermain yang cukup karena bermain juga salah satu media menyalurkan dorongan bawah sadarnya.
Semoga tips ini bermanfaat untuk anda...
Terima kasih.
Semoga tips ini bermanfaat untuk anda...
Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar