Ilustrasi |
Bahaya Infeksi di Luar Angkasa
Begitu pesawat Apollo 11 mendarat dibumi, seluruh awak pesawat dan batu-batuan yang mereka bawa dari bulan, dimasukkan ke karantina. Waktu itu tahun 1969. Dan banyak yang khawatir, para astronot ketika berada di luar angkasa, bisa terkena penyakit berbahaya, yang sama sekali tidak dikenal dan berasal dari ruang angkasa. Ternyata belakangan orang tahu, bulan adalah salah satu tempat yang paling steril, yang pernah diinjak manusia. Beberapa waktu kemudian, Viking, mendarat di Mars. Dan tentang sterilitas, situasi di planet Mars tidak jauh berbeda dengan di bulan.
Sedikitnya begitulah hasil penelitian mengenai permukaan planet Mars. Sejak itu, penyakit dari luar angkasa hanya menjadi cerita dalam film-film Science-Fiction. Tetapi baru-baru ini, para ahli Dinas Angkasa Luar Amerika Serikat, NASA, mulai mempelajari kembali masalah ini dengan serius. Adanya kehidupan di Mars dan di planet- planet lingkaran luar sistem tata surya kita mulai dianggap mungkin. Anggapan ini menguat lagi sejak orang mengetahui, bahwa di sudut-sudut yang paling anehpun di dunia ini, ternyata ada juga mahluk hidup.
Beberapa organisme diketahui mampu hidup dalam suhu-suhu ekstrim. Dan ada juga yang bisa bertahan terhadap kedinginan luar biasa di luar angkasa. Malah ada baksil-baksil yang tahan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya di luar angkasa, yang pancarannya bisa membunuh manusia dalam beberapa saat saja. Misalnya bakteri Deinococus Radiodurans, yang begitu kuat bertahan, sehingga para ahli menamakannya bakteri Conan, seperti nama pahlawan dalam film Conan,seorang barbar.
Untungnya, berbagai jenis bakteri ini biasanya tidak berbahaya bagi manusia. Karena bakteri bersel satu biasanya hidup dalam sistem ekologi yang jauh berbeda dengan sistem ekologi manusia. Sebab itu, kegiatan para peneliti NASA, boleh jadi justru merupakan bahaya bagi kehidupan bakteri-bakteri itu. Sebab manusia bisa merusak sistem ekologi mereka. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah, jika memang alien yang telah mengunjungi bumi ini berasal dari dunia lain, apakah mereka tidak membawa bibit penyakit yang bisa berbahaya bagi manusia? Atau, barangkali ada bakteri atau virus yang mungkin mereka tidak berbahaya, namun bagi manusia bisa menjadi sebuah penyakit yang mematikan.
Lalu, bukan hal yang mustahil jika beberapa penyakit yang diderita manusia saat ini, bisa saja berasal dari alien. Walaupun mereka sendiri mungkin memiliki sistem karantina, namun sangat mungkin bibit penyakit yang terbawa oleh mereka bisa menyebar di atmosfer bumi ini.
Jejak Zaman Es di Planet Mars
Teka-teki tentang apakah di Mars pernah ada kehidupan menarik minat orang lagi berkat gambar-gambar terbaru dari NASA. Memberi tanda-tanda yang cukup kuat tentang cadangan air yang cukup besar di dekat permukaan planet merah tersebut, di dalam sejenis lapisan tanah yang tetap beku seperti di daerah kutub Bumi. Seperti diketahui air adalah unsur utama di dalam perkembangan
kehidupan.
Sejumlah gambar itu hasil jepretan dari pesawat luar angkasa Mars Global Surveyor, yang mulai memetakan planet tersebut pada tahun 1999. Tampak di dalam gambar-gambar tersebut perbukitan yang bergelombang dengan alur yang teratur disela oleh permukaan tanah yang berbentuk seperti benjolan-benjolan. Para ahli geologi menafsirkan perbukitan bergelombang itu sebagai gundukan dari debu-debu yang membeku karena es. Kawasan yang penuh bentuk benjolan di tengahnya terjadi di tempat di mana air menghilang dan debu dari tanah merah sudah terhembus pergi.
Mereka melihat bahwa jenis permukaan di dalam foto dari tengah garis lintang Mars, jauh dari kutub-kutub esnya. Lokasi itu menandakan bahwa tanah yang beku mungkin terbentuk selama zaman es planet itu pada sekitar 100.000 tahun lalu. Sudah lama para ilmuwan sangat tertarik untuk mengetahui apakah di Planet Mars ada air atau tidak. Air berbentuk cairan dianggap sebagai faktor esensial di dalam pembentukan kehidupan. “Ini hasil yang mengasyikkan,” kata Bruce Jakosky, seorang peneliti planet di Universitas Colorado, Amerika Serikat. “Hal itu menyarankan bahwa lapisan permukaan Mars bisa jadi adalah gudang atau bak air yang sangat besar.”
Memang tidak ada bukti bahwa air pernah eksis dalam bentuk cairan selama siklus pembentukan lapisan tanah yang tetap beku, tutur Profesor John Mustqard dari Brown University, salah seorang peneliti di dalam studi tersebut. Katanya, selama masa dingin, uap air merembesi lewat pori-pori tanah dan kemudian membeku menjadi padat. Selama waktu-waktu yang lebih yang panas, es berubah langsung dari padat menjadi gas.
Mustard memperkirakan bahwa sebanyak 15.000 mil kubik air telah membeku di kawasan tanah yang tetap beku tersebut. Jumlah air itu cukup untuk menutup seluruh planet setebal 16 inci. Temuan menarik ini muncul di dalam jurnal Nature edisi 25 Juli 2001. Para peneliti planet juga menyiarkan sebuah studi kasus tentang air di bulan Jupiter yang bernama Callisto. Studi tentang panas bulan yang dilakukan para peneliti dari Universitas Complutense di Spanyol itu menunjukkan bahwa air di dalam bentuk cairan bisa tetap eksis di bawah lapisan es.
Kehidupan Bakteri dari Luar Angkasa
Meskipun mahluk-mahluk ekstra mungil dari luar angkasa itu mirip dengan bakteri dari bumi, para ilmuwan mengatakan bahwa sel-sel hidup tersebut berada terlalu jauh dari bumi. Maksudnya, hampir tidak mungkin mereka berasal dari planet manusia ini. ”Tak ada keraguan lagi bahwa keberadaan gumpalan sel-sel hidup dari contoh-contoh udara dari ketinggian 41 km di atas tropopase, (di tempat yang) tak memungkinkan udara dari lapisan di bawahnya bisa sampai ke sana secara normal,” tutur Prof Chandra Wickramasinghe, seorang ahli astronomi dari Cardiff University di Wales, Inggris.
Ia menampilkan temuan tersebut di dalam pertemuan International Society of the Optical Engineering di San Diego, California, Amerika Serikat. Wickramasinghe dan para peneliti dari India mengumpulkan gumpalangumpalan bakteri itu dari contoh udara stratosfer. Mereka menggunakan peralatan pengambil bahan bersuhu sangat rendah yang terpasang di balon milik Space Research Organisation India. Balon-balon itu diterbangkan dari Hyderabad, India Selatan.
Para peneliti mendeteksi sel-sel hidup di dalam sampel itu. Dari ragam distribusinya di ketinggian mereka menyimpulkan bahwa memang bakteribakteri ini berasal dari luar angkasa. Mereka memperkirakan setiap hari ada sekitar sepertiga ton material biologi menghujani seluruh planet. Betulkah bakteri-bakteri itu berasal dari kedalaman angkasa nun jauh di sana? Sekali lagi, kemungkinan bahwa mahluk-mahluk sangat mungil itu berasal dari bumi manusia sendiri ditepis. Prof David Lloyd misalnya mengungkap betapa tipis kemungkinan itu.
Pengajar di Cardiff University yang menguji temuan ini serta menjadi anggota peneliti di dalam tim bersangkutan mengakui, bakteribakteri itu memang mirip dengan yang ada di bumi. Kalau memang demikian, sulit ia menjelaskan mengapa gumpalan bakteri bumi bisa berada di tempat setinggi itu. Tuturnya di dalam wawancara dengan kantor berita Reuters, “Harus ada kejadian istimewa sehingga partikel-partikel itu bisa terbawa dari bumi ke tempat setinggi 40 km.”
Maka tetap ada dua kemungkinan: bergumpal-gumpal bakteri itu membonceng roket atau satelit ke ruang angkasa, atau sesungguhnya berasal dari planet lain. ”Tidak cukup bukti untuk membenarkan salah satu dari kedua kemungkinan itu,” kata Lloyd. “Bagi saya tampaknya yang paling mungkin adalah bahwa bakteri-bakteri itu datang dari planet lain.” Menurut Lloyd, ia telah berusaha untuk membiakkan bakteri-bakteri itu, namun sejauh ini belum berhasil. ”Itulah langkah pertama bagi munculnya bukti bahwa memang ada sebentuk kehidupan di planet lain,” jelasnya.
Komentar
Posting Komentar