Kontak dengan alien atau halusinasi

Seandainya ada teman atau kerabat Anda tiba-tiba merasa dirinya makhluk dari angkasa luar, sering merasa mendengar suara atau melihat sesuatu yang aneh, yang jadi pertanyaan adalah: Apakah yang dilihat atau dirasakannya itu memang merupakan hal yang sebenarnya, atau hanya merupakan gangguan kepribadian. Banyak dokter jiwa atau psikiater yang menganggap bahwa hal itu merupakan gejala dini schizophrenia.

Masih ingat kasus Heaven’s Gate? Marshall Herff Applewhite, si pemimpin Gerbang Surga yang dipanggil Do atau Doe oleh para pengikutnya, menyatakan dirinya adalah reinkarnasi Yesus Kristus, padahal ia adalah mantan dosen musik dan mantan pasien rumah sakit jiwa Texas, serta pernah dipenjara karena mencuri mobil. Ia menuntut para pengikutnya untuk meninggalkan semua barang milik duniawi, termasuk keluarga mereka dan menjalani kehidupan selibasi (membujang) sebagai persiapan untuk perjalanan akhir mereka ke ‘tingkat yang lebih tinggi dalam kehidupan manusia’,bahkan mereka ada yang dengan sukarela dikebiri. Applewhite mengajarkan bahwa dengan menanggalkan ‘wadah’ duniawi, mereka dapat ikut serta dalam sebuah pesawat UFO yang bersembunyi di belakang Komet Hale-Bopp dan lahir kembali di sebuah planet lain.

Di Indonesia sebenarnya banyak kasus serupa, walau belum sampai pada tindak bunuh diri massal. Ingat dengan kasus Romo Yoso (nama aslinya Imam Syafi’i alias Arif Kusno), pimpinan komando Divisi 10 yang mengaku titisan mantan presiden RI pertama, Soekarno? Pemimpin gerakan itu oleh pengikutnya diyakini memiliki kekuatan supranatural yang sangat tinggi. Bahkan seorang anggota kelompok memberikan informasi bahwa Romo Yoso memiliki UFO (piring terbang) yang cuma bisa dipakai Bung Karno gadungan itu.

Pesawat itu sering dipakai Romo Yoso kalau bepergian ke Amerika Serikat. “Jadi, kalau orang Amerika sedang bingung melihat piring terbang, itu sebenarnya pesawat Romo Yoso yang sedang berkunjung ke sana,” kata Parlan Darmawan, salah seorang jenderal kelompok tersebut. (Baca GATRA, Nomor 47/III, 11 Oktober 1997) Schizophrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun penderita tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi schizophrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi schizophrenia akut. Periode schizophrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir.

Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita schizophrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita schizophrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang.

Meskipun definisi yang pasti tentang Schizophrenia selalu menjadi perdebatan para ahli, terdapat indikasi yang semakin nyata bahwa Schizophrenia adalah sebuah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Dalam buku The Broken Brain : The Biological Revolution in Psychiatry yang ditulis oleh Dr. Nancy Andreasen, dikatakan bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan Schizophrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik.

Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat  kimia yang disebut neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak yang terserang schizophrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut. Tak banyak yang menyadari, schizophrenia yang merupakan gangguan jiwa berat sebenarnya dapat terjadi pada siapa saja. Penyakit ini tidak hanya sudah ada berbarengan dengan munculnya peradaban, tetapi juga dapat ditemukan di mana saja pada berbagai ras, budaya, maupun kelas sosial.

Diperkirakan, satu dari 100 penduduk dunia menderita skizofrenia. Menurut situs British Columbia Schizophrenia Society, penyakit ini biasanya muncul pada mereka yang berusia muda 16-25 tahun. Namun, pada perempuan umumnya lebih lambat, antara umur 20-30 tahun. Di Indonesia, jumlah penderita schizophrenia juga cukup besar. Data menunjukkan, gangguan jiwa ini diderita 6-19 orang per 1.000 penduduk. Kalau jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 200 juta jiwa, maka tak kurang dari dua juta penduduk menderita gangguan jiwa berat ini.

Pada penderita gangguan kejiwaan, sering terjadi halusinasi. Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Penderita schizophrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri. Tentu saja, kita tidak dapat membuat kesimpulan bahwa semua saksi yang melaporkan telah melihat UFO atau bertemu dengan makhluk angkasa luar adalah penderita Schizophrenia, sebab di antara para saksi ada banyak yang memiliki kredibilitas tinggi dan dapat dipercaya.

Psikolog Loren Chapman dari University of Wisconsin menyim- pulkan bahwa angan-angan yang menyesatkan itu adalah tanda-tanda awal dari penyakit jiwa. “Mereka yang mengidap kecenderungan ini terbukti rentan terhadap gangguan mental,” katanya. Kesimpulan ini diperoleh setelah ia meneliti 162 responden, selama 10 tahun. Dari penelitian itu, diketahui bahwa hampir semua responden pada akhirnya kena gangguan mental. Beberapa di antaranya mengaku melihat UFO (Unidentified Flying Object) sejenis piring terbang.

Dalam bukunya Delusional Beliefs, Brendan Maher membeber-kan dasar-dasar teorinya tentang angan-angan yang menyesatkan itu. Selain dipengaruhi kenyataan sekeliling yang tidak masuk akal, lumpuhnya sensor akal sehat ini juga lantaran kelainan otak. Misalnya tumor otak, keracunan alkohol, dan epilepsi. Dalam sebuah statistik, Maher mengemukakan, 4 dari 100 orang terlibat jauh dalam angan-angan yang menyesatkan.

Dr. Hugh Hendrie, psikiater dan Indiana University School of Medicine, khusus mengamati bagaimana angan-angan itu berubah jadi keyakinan, lalu gangguan mental. “Pada stadium tertentu, suatu angan-angan dengan kuat mempengaruhi emosi penderita-nya,” kata ahli jiwa itu. Kondisi ini membuat si penderita teserap ke dunia angan-angan, dan terisolasi di sana. Namun, berbagai manifestasi dunia angan-angan ini, menurut Hendrie, tak segera bisa terdeteksi. Padahal, bila pada stadium awal penderitanya bisa disadarkan, gangguan mental mungkin bisa dihindari. “Kelainan jiwa mulai nampak bila pikiran penderita tersesat semakin jauh,” kata Hendrie.

Penderita biasanya lalu terpaku pada satu pokok persoalan, dan secara ekstrem menganggapnya sebagai masalah yang sangat penting. Misalnya merasa punya misi, hanya karena mendapat bisikan dari makhluk ruang angkasa. Pelbagai tindakannya mulai aneh, dan pada stadium ini sudah bisa didiagnosa apakah ia mengidap schizophrenia, paranoia, atau manik-drepresif. (Tempo, Jim Supangkat).

Komentar