Kosmologi adalah ilmu yang memperlajari alam semesta secara keseluruhan, bentuk, ukuran, struktur, dan lain sebagainya, serta bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu atau evolusinya. Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab antara lain adalah berapa besar alam semesta ini, bagaimana bentuknya, berapa umurnya, bagaimana hubungan antara proses kehidupan di bumi dan alam semesta, dan masih banyak lagi.
Kosmologi dibangun atas presepsi manusia akan apa yang dilihatnya di langit: berbagai objek dan gejala, perubahan, keteraturan, dan sebagainya. Dengan segala keterbatasannya, yang disadari maupun yang tidak, manusia ingin mendapatkan penjelasan bagaimana dan mengapa semua itu tampak demikian. Dalam konteks usaha pencarian yang lebih jauh dan spiritual, manusia ingin mengetahui hakikatnya dengan alam semesta sebagai salah satu referensinya.
Alam Semesta
Memperhatikan onjek-objek dan gejala di langin adalah kegiatan yang sudah dimulai sejak peradaban manusia yang paling kuno sekalipun. Keinginan manusia untuk tahu lebih banyak dan juga untuk mendapatkan kejelasan tentang bagaimana dan alasan atas segala sesuatu yang ia lihat mendorong aktivitas pengamatan menjadi aktivitas yang terorganisasikan, baik dalam pelaksanaan aktivitas itu sendiri maupun dalam pencatatan hasil pengamatan (data). Data ini diinterpretasikan dan digunakan sebagai ditinjau dan diperlukan oleh peradaban manusia dari masa ke masa, dari bangsa ke bangsa.
Namun, objek-objek dan gejala yang terlihat adalah yang itu-itu juga, dan mestinya kebenaran ilmiah adalah tunggal. Dalam tulisan ini, akan kita rangkum apa yang telah dapat kita lihat dalam alam semesta ini dalam konteks sains modern. Sambil berjalan, kita usahakan untuk dapat menyadari dimensi alam semesta yang luar biasa ini.
Marilah kita memulai perjalanan eksplorasi alam semesta dari lingkungan tetangga terdekat kita: bulan, matahari, planet-planet, objek-objek kecil yang muncul secara teratur maupun yang tidak, yang semuanya termasuk dalam lingkungan Tata Surya. Sang Surya, atau Matahari, adalah bintang yang menjadi kepala keluarga Tata Surya ini, yang karena massanya yang sangat dominan, mengatur gerak seluruh anggota Tata Surya yang lain, sekalipun menjadi sumber utama radiasi elektromagnetik bagi seluruh Tata Surya. Semimayor lintasan bulan mengelilingi bumi adalah 384.400 km; jarak dari Bumi ke Matahari adalah 150 juta km, dan panjang semimayor orbit planet terluar dalam Tata Surya, yakni Pluto, adalah hampir 6 miliar km.
Dalam lingkup jauh lebih besar, kita melihat tak terhitung banyaknya bintang. Matahari kita bukanlah bintang yang istimewa dalam lingkup yang lebih besar ini, Jarak Matahari ke bintang terdekat adalah 1,35 parsec (hampir 42 triliun km). Bersama-sama dengan puluhan miliar bintang lain, Matahari kita dalam kungkungan gravitasional sebuah sistem yang lebih besar: galaksi Bima Sakti (Milky Way). Berbagai pengamatan menunjukan bahwa galaksi kita ini berbentuk seperti dua piring yang ditangkupkan (tipis di pinggir dan kebal di tengah. Piringan ini terbentuk atas lengan-lengan yang berspiral menuju pusatnya.
Matahari kita berada di dekat tepi piringan dengan jarak sekitar 12 kiloparsec (hampir 372.000 triliun km) dari pusat galaksinya. Galaksi kita, bersama dengan ribuan galaksi terdekat lainnya membentuk sebuah gugus galaksi, sebuah sistem gravitasional yang jauh lebih besar lagi. Ukuran khas gugus galaksi adalah beberapa Megaparsec. Sistem gravitasional yang terbesar yang diamati dalam alam semesta ini adalah supergugus (supercluster) yang besarnya adalah ribuan Megaparsec. Dalam konteks kosmologi, sering disebut istilah berskala besar. Yang dimaksud di sini adalah alam semesta dalam lingkup beberapa Megaparsec. Dalam lingkup ini, dianggap distribusi objek dalam alam semesta cukup beragam.
Objek-objek di langit tersebut dapat kita amati karena adanya gelombang elektromagnetik dari objek tersebut yang tiba pada kita. Partikel cahaya, yakni foton, berperan sebagai pembawa informasi. Objek-objek tadi memancarkan gelombang elektromagnetik yang beragam karakternya, bergantung pada proses fisis yang terjadi pada objek sumbernya. Misalnya, sebuah bintang yang sangat panas akan meradiasi foton berenergi lebih tinggi daripada bintang yang lebih dingin. Energi foton yang lebih tinggi ini diwujudkan dalam frekuensi gelombang yang lebih tinggi. Frekuensi pancaran elektromagnetik memiliki rentan yang lebih besar, mulai dari frekuensi yang sangat rendah sampai frekuensi yang sangat tinggi. Pancarannya, berturut-turut, dikenal sebagai gelombang radio, gelombang inframerah, gelombang optik, gelombang ultraviolet, gelombang sinar-X, sinar-Gamma. Mata kita hanya peka terhadap pancaran gelombang elektromagnetik yang berada dalam rentang gelombang optik. Oleh karena itu, pada awalnya apa yang dapat dilihat manusia dengan matanya, ataupun dengan bantuan teleskop optik yang relatif sederhana, benar-benar sangat sedikit.
Dengan kemajuan teknologi dalam beberapa dekade terakhir ini, pancaran gelombang elektromagnetik yang lain dapat juga dideteksi dengan bantuan alat detektor yang sesuai. Kemajuan teknologi ini sungguh membuka banyak jendela baru yang membuat kita dapat mengamati lebih banyak dan lebih beragam isi alam semesta ini. Pancaran elektromagnetik pada berbagai rentang frekuensi dari sebuah objek dapat memberikan petunjuk yangh lebih lengkap tentang proses fisis yang berlangsung pada objek tersebut, dan mengenali objek dengan baik sangat penting, terutama untuk membedakan karakter intrinsiknya dari karakter tampaknya.
Misalnya saja, dua buah objek yang sama persis karakter intrinsiknya akan tampak oleh kita sebagai dua objek yang berbeda apabila objek yang satu terletak lebih jauh daripada yang lain, atau objek yang satu berada dalam lingkungan yang kaya akan gas sementara yang lain berada dalam lingkungan yang nyaris kosong. Informasi ini juga diperlukan untuk memahami pengaruh lingkungan suatu objek pada dirinya yang kemudian mungkin dapat memberikan informasi tentang proses evolusinya.
Dengan alur berpikir seperti inilah, kemudian data pengamatan objek langit dapat diambil sebagai petunjuk kosmologis: objek-objek yang tampak tidak hanya dipetakan dalam orientasinya pada bola langit, tetapi juga kedalamannya, atau jaraknya dari kita. Semakin jauh objek dapat terlihat, berarti semakin besar volume alam semesta yang kita tinjau, dan karenanya semakin representatif untuk dapat digunakan dalam telah kosmologi.
Kosmologi Modern
Yang biasa diterima sebagai kosmologi modern adalah kosmologi yang beranjak dari observasi berbagai objek dan gejala dalam alam semesta yang tampak oleh manusia dan penerapan sepenuhnya kaidah-kaidah fisika dalam mendeskripsikannya. Era kosmologi modern ini boleh dikatakan dimulai pada sekitar awal abad ke-20 dengan munculnya formulasi teori gravitasi oleh Albert Einstein yang menyertakan waktu bersama-sama dengan ruang dalam deskripsi lengkap hubungan antara geometri dan gravitasi.
Pada saat yang hampir bersamaan, dalam aktivitas observasional, Edwin Hubble bersama dengan beberapa rekan kerjanya mendapatkan bahwa galaksi-galaksi yang jauh tampak bergerak menjauhi kita sebagai pengamat. Hubble juga menujukan adanya kesebandiangan antara jarak dari kita ke setiap galaksi dengan laju menjauhnya galaksi-galaksi tersebut. untuk mendeduksi proses apa yang menyebabkan hasil pengamatan demikian bukanlah hal yang mudah. Pertama, harus diterima dulu suatu asumsi dasar yang sangat penting dalam menelaah alam semesta:
- Alam semesta dalam sekala yang paling besar tampak seragam dalam segala arah.
- Bumi, sebagai tempat tinggal kita, tidaklah menempati posisi istimewa apa pun dalam alam semesta ini.
Kedua pernyataan di atas dikenal sebagai Prinsip Kosmologi. Dengan menerima prinsip ini, maka implikasi temuan Hubble tadi adalah suatu perluasan: bahwa galaksi terlihat bergerak menjauh dan menjauh dengan laju yang semakin besar, maka semakin besar jaranya oleh setiap pengamat di mana pun juga dalam alam semesta ini. Ini deduksi pertama.
Sekarang kita tinjau lagi teori gravitasi Einstein, yang dikenal dengan sebutan Teori Relativitas Umum. Dalam alam semesta skala besar, gravitasi adalah gaya alami yang dominan karena jangkauan efeknya yang sangat panjang dibandingkan dengan gaya alami yang lain. Oleh karena itu, dinamika alam semesta skala besar dikendalikan terutama oleh gravitasi massa segala objek yang ada di dalamnya. Penerapan Teori Relativitas Umum pada alam semesta menunjukan alam semesta tidaklah statik, artinya alam semesta secara dinamis mengembang atau mengerut, bergantung pada proporsi massa yang terkandung di dalamnya terhadap ukurannya.
Pada era itu, deskripsi dinamika teoretis ini sangat sulit diterima, bahkan oleh Einstein sendiri, karena salam semesta selalu dianggap statik. Dalam tulisan ini, kita tidak akan memperbincangkan lebih jauh aspek filosofis kosmologi yang lebih banyak menjadi dasar pertimbangan bagi alam semesta statik. Deduksi yang sangat penting yang lahir dengan mempertimbangkan teori gravitasi Einstein bersama-sama dengan temuan Hubble adalah alam semesta kita ini mengembang. Hubungan antara pengembangan alam semesta dengan jarak galaksi yang saling menjauh dapat diilustrasikan dengan sebuah balon karet yang permukaannya diberi titik-titik dengan spidol. Ketika balon itu ditiup dan mengembang, maka jarak antara titik-titik tadi membesar. Ilustrasi ini tentunya terlalu sederhana, tetapi analogi dasar yang ingin disampaikan cukup mengena.
Kesulitan utama dalam memberikan ilustrasi lengkap dan benar untuk alam semesta mengembang adalah pada tidak adanya titik pusat pengembang; alam semesta mengembang pada semua titik ke segala arah. Sepanjang hal ini disadari, maka kita dapat melanjutkan pembahasan. Penerapan dinamika alam semesta mengembang tadi pada keadaan termodinamika, yakni analisis fisis yang menyangkut hubungan antara volume, suhu, dan tekanan dalam suatu sistem, menunjukan bahwa dengan mengacu pada keadaan termodinamika alam semesta sekarang, maka mestinya alam semesta pada awalnya berukuran sangat kecil, dan oleh karenanya sangat mampat dan sangat panas. Oleh karena itu, teori yang mendeskripsikan alam semesta bermula dari keadaan sangat mampat dan panas dijuluki Teori Big Bang, atau Teori Ledakan Besar.
Alam Semesta Dini
Kondisi alam smeesta yang kita huni sekarang ini, dan keberadaan kita di dalamnya, menjadi syarat batas yang harus dipenuhi oleh teori tentang alam semesta dini. Teori kosmologi standar, yakni mengatakan bahwa alam semesta yang mengembang secara seragam ke segala arahsemenjak awalnya (Big Bang) sangatlah memadai dalam menjelakan keadaan alam semesta yang dapat kita amati. Kritik tajam bagi Teori Big Bang adalah teori itu sebagaimana adanya (yaitu yang diterangkan oleh model kosmologi standar), tidak dapat menerangkan asal-usul alam semesta ini tanpa adanya keterangan tambahan yang diberikan begitu saja. Keterangan tambahan yang dimaksud adalah kondisi awal (initial condition) alam semesta, dalam bentuk harga-harga awal berbagai parameter fisisnya, yang tidak dapat diterangkan oleh Teori Big Bang.
Sebagai ilustrasi, kita tinjau parameter kerapatan alam semesta, yang merupakan salah satu parameter kosmologi yang diperlukan untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang alam semesta ini. Menurut Teori Relativitas Umum Einstein, geometri alam semesta dikendalikan oleh banyaknya kandungan/konstituen energi (dalam bentuk materi maupun lainnya) di dalamnya. Diformulasikan suatu harga kandungan kritis, yakni harga kandungan yang akan membuat geometri alam semesta mirip geometri ruang datar, seperti halnya ruang Euclid yang kita alami sehari-hari.
Apabila konstituen alam semesta kurang dari harga konstituen kritis, maka geometri alam semesta dikatakan terbuka. Dalam geometri ini, sepasang garis pararel yang terus diperpanjang tidak akan tetap pararel, tetapi semakin menjauh satu sama lain. Alam semesta yang memiliki geometri seperti ini akan mengembang terus dengan laju yang makin besar.
Sebaliknya, apabila konstituen alam semesta lebih dari harga kritisnya, maka geometri alam semesta dikatakan tertutup. Dalam geometri tertutup ini, sepasang garis pararel yang terus diperpanjang akan mengecil jarak antar keduanya. Alam semesta akan memiliki geometri tertutup. Permukaan alam semesta berbentuk bola yang mengembang sampai ukuran maksimum tertentu, lalu mengerut kembali.
Hasil pengamatan maupun pertimbangan teoretik tentang alam semesta pada masa sangat dini mengindikasikan alam semesta kita ini datar. Dan bukan hanya itu, harga konstituennya sangat mendekati harga kritisnya dengan ketepatan yang terlalu tajam. Hal ini mengherankan, karena mestinya pada awalnya alam semesta memiliki "kebebasan" untuk menetapkan harga tersebut. Ketepatan datarnya alam semesta yang luar biasa ini dikenal sebagai masalah kedataran atau flatness problem.
Masalah isotropi dan masalah kedataran ini tidak dapat dijelaskan oleh Teori Big Bang sendiri. Gagasan yang cemerlang untuk menyelesaikan kedua masalah ini adalah Teori Inflasi, yakni teori yang mengusulkan adanya suatu periode sangat singkat di masa sangat dini, ketika alam semesta mengembang secara eksponensal (exponential expansion). Baru sesudah peristiwa pengembangan eksponensial/inflasi yang singkat itu, mekanisme evolusi alam semesta menurut Teori Big Bang dapat berlanjut sesuai dengan hasil pengamatan.
Selama inflasi yang singkat itu, alam semesta dikembangkan secara besar-besaran, dan segala sesuatu di dalamnya ikut direnggangkan/dibesarkan, termasuk fluktuasi kuantum yang muncul pada saat itu. Alam semestanya direnggangkan begitu besar sehingga membuat geometrinya datar. (Ingat saja, walau kita tahu bahwa bumi bulat, dalam lingkup yang tidak besar atau secara lokal, permukaannya tampak datar). Selain itu, daerah-daerah yang tadinya terpisah secara kasual (casually-disconnected patches), masuk ke dalam cakrawala partikel. Artinya, setelah inflasi, daerah-daerah itu dapat dihubungkan oleh partikel cahaya. Inflasi menawarkan solusi ini untuk masalah kedataran dan masalah isotropi.
Namun, mekanisme inflasi sendiri masih belum begitu jelas, walaupun hasil kerja inflasi dapat diterima. Chaotic inflation yang dicetuskan oleh Andrei Linde adalah teori mekanisme yang amat populer. Di dalam Teori Chaotic Inflation ini, medan skala yang menjadi pengendali inflasinya dapat memiliki harga yang berbeda untuk daeah yang berbeda dalam alam semesta, yang kemudian akan menentukan probabilitas untuk terjadinya inflasi di masing-masing daerah itu.
Komentar
Posting Komentar