Kerugian, upaya mengurangi, dan mencegah rokok

Kerugian merokok
Kerugian orang merokok
Penggunaan tembakau yang terus-menerus menjadi penyebab utama meningkatnya angka morbiditas atau kesakitan dan mortalitas atau kematian. Penggunaan tembakau pada umumnya dimulai sejak usia remaja dan dengan cepat berkembang menjadi kecanduan (nicotine use disorder). Rokok merupakan produk tembakau yang paling umum meskipun akhir-akhir ini tidak jarang digunakan rokok elektrik dan smokeless oral tobacco.

Kerugian merokok, 44% dari mereka yang menderita gangguan jiwa atau mental disorder dan penggunaan zat termasuk alkohol atau substance use juga kecanduan nikotin (rokok). Di Indonesia, satu dari lima orang yang usianya lebih dari 18 tahun adalah perokok. Jadi, jumlah perokok di Indonesia diperkirakan 35 juta orang. Angka ini dari tahun ke tahun tidak pernah menurun.

Dilansir dari koran pikiran rakyat, kerugian dari merokok dapat terlihat dari fakta berikut; lebih kurang 50% perokok akan meninggal dunia disebabkan penyakit yang berhubungan dengan nikotin. Dibandingkan yang bukan perokok, risiko untuk kematian (premature mortality) signifikan lebih tinggi meski hanya menghisap 1-4 batang perhari. Penyebab utama kematian karena rokok  adalah karena penyakit jantung, paru-paru, dan kanker.

Nikotin atau rokok memiliki sifat adiksi yang kuat (high addictive drugs); 60% pasien yang sembuh dari serangan jantung (myocard infark) kembali merokok, 50% pasien yang sudah laryngectomy kembali merokok, 50% pasien yang sudah melakukan pneumonectomy kembali merokok, dan 80% dari perempuan perokok tidak berhenti merokok pada masa kehamilan. Menghentikan kebiasaan merokok akan menurunkan risiko premature death, meningkatkan kualitas hidup, menabung uang, merasa lebih sehat dan lebih mampu menyelesaikan tugas (performance).

Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi agar berhenti merokok:
- Semua layanan kesehatan dan layanan kesehatan jiwa melakukan deteksi penggunaan rokok.
- Beri advis agar mereka mau menghentikan penggunaan rokok.
- Buat rencana terapi untuk ketergantungan rokok. Jenis terapi berdasarkan evidence base antara lain motivational interviewing, intervensi psikososial, dan pengobatan medikamentosa akan memberi hasil yang memuaskan terlebih bila menggunakan sumber daya masyarakat.

Masalahnya adalah sebagian besar tenaga medik dan paramedik yang ada di layanan primer dan di rumah sakit belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menangani kasus-kasus adiksi, termasuk adiksi nikotin (rokok). Hal itu menimbulkan kesenjangan antara besarnya jumlah masyarakat yang membutuhkan layanan adiksi rokok dengan terbatasnya sumber daya manusia di bidang adiksi rokok. Diperlukan upaya mengurangi kesenjangan tersebut dengan melatih melalui Short course adiksi bagi tenaga medik dan paramedik agar mereka dapat menangani kasus-kasus adiksi rokok secara profesional.

Selain itu, dengan pengembangan sistem kesehatan masyarakat yang terintegrasi dengan layanan kesehatan dan sistem lain, seperti sekolah atau kampus bebas rokok, merokok di tempat kerja diberi sanksi, meningkatkan biaya tinggi untuk cukai rokok, atau melakukan demoralisasi pada perokok.

Mencegah merokok
Untuk mencegah anak dan remaja tidak menggunakan rokok dapat dengan mengembangkan apa yang disebut life skill education atau melatih keterampilan hidup di lingkungan sekolah bagi bapak dan ibu guru (sebagai tutor) dan murid-murid di sekolah masing-masing. Upaya itu pun memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang dapat diperoleh melalui pelatihan atau short course. Hal ini pun belum dilakukan.

Sebenarnya, semua mungkin dilakukan bila pemerintah sebagai pemilik dana dan sumber kekuasaan punya niat melakukannya. Ilmunya ada, tenaga ahlinya banyak, dan mereka semuanya mampu, tinggal niatnya saja.

Komentar