Boleh jadi rokok adalah "musuh" bagi atlet. Meski ada pula atlet yang memiliki kebiasaan merokok, sebagian atlet tidak merokok. Orang yang sudah kecanduan merokok biasanya akan sulit menghindari diri untuk tidak merokok. Hal itu juga bisa berlaku terhadap atlet. Mereka yang sudah kecanduan, biasanya sembunyi-sembunyi untuk bisa merokok. Kelakuan tersebut merupakan tindakan indisipliner karena biasanya ada aturan ketat dari pelatih atau organisasi olahraga yang tidak membolehkan atletnya merokok.
Larangan tidak boleh merokok bagi atlet, yang diketahui memang banyak diterapkan hampir di semua tim atau klub. Larangan itu tidak hanya terbatas saat mereka berlatih atau ketika masuk dalam pemusatan latihan. Larangan tersebut berlaku pula saat atlet berada di luar pemusatan latihan atau berada di rumah masing-masing. Memang sulit mengontrolnya, namun bila ketahuan, tentu saja sang atlet akan menerima sanksi. Baik itu sanksi ringan berupa teguran atau peringatan hingga sanksi berat berupa pemecatan dari keanggotaan tim.
Jika tidak ketahuan saat merokok, memang atlet akan lolos dari sanksi. Namun, biasanya akan tampak pada saat latihan karena biasanya pernapasan atlet akan terganggu. Kinerja atlet akan sulit mendapat kemajuan yang signifikan. Biasanya, pelatih akan mengetahui bila atletnya kurang bagus dalam stamina tubuhnya, terutama pernapasan yang ngos-ngosan.
Sudah diketahui secara umum dan ilmu kedokteran pun menyatakan bahwa kebiasaan merokok akan mengganggu pernapasan, bahkan lebih ekstrem lagi bisa menyebabkan kanker tenggorokan atau paru-paru. Namun, ada sebagian orang yang percaya justru merokok bisa mengurangi atau menyembuhkan batuk. Mungkin ini berkaitan cerita unik tentang pembuat rokok kretek pertama di Indonesia.
Pada 1880 silam, tersebutlah seseorang bernama Djamhari menderita sesak napas (asma). Biasanya, ia mengoleskan minyak cengkih ke dadanya untuk mengurangi rasa sesaknya. Dia kemudian berpikir mungkin akan lebih baik bila aroma cengkih itu masuk ke dada. Dia pun melakukan percobaan dengan membuat rajangan cengkih dicampur rajangan tembakau untuk dibuat sebatang rokok. Ajaibnya, setelah merokok hasil rajangannya tersebut, sesak napas berangsur sembuh, demikian pula batuknya. Mungkin itu hanya kebetulan.
Terlepas dari cerita unik tersebut, yang pasti secara ilmiah pengaruh rokok akan membahayakan bagi kesehatan. Penelitian para ahli di bidang kesehatan tentu yang paling diyakini oleh kalangan olah ragawan. Tidak heran bila organisasi olahraga akan secara tegas melarang atletnya untuk merokok. Tidak heran pula bahwa pihak produsen rokok pun dengan berbesar hati mengikuti anjuran pemerintah untuk mencantumkan peringatan bahaya pada bungkus rokok.
Tidak hanya itu, beberapa produsen rokok pun tidak lepas tangan begitu saja tentang bahaya rokok. Melalui program corporate social responsibility (CSR), mereka turut peduli terhadap lingkungan, seperti memberikan bantuan di bidang sosial, pendidikan, budaya, atau olahraga.
Tak bisa dimungkiri perusahaan rokok seperti Djarum, Gudang Garam, Sampoerna seringkali menjadi sponsor untuk kejuaraan olahraga. Mereka pun turut membina atlet seperti mendirikan klub, memberikan beasiswa atau hadiah kepada atlet berprestasi.
Hal itu mungkin sebuah ironi. Di satu sisi, merokok akan membahayakan kesehatan, termasuk prestasi atlet. Namun, di sisi lain, perusahaan-perusahaan rokok tersebut masih sangat dibutuhkan untuk turut membina atlet melalui berbagai cara, diantaranya program CSR. Hingga saat ini, dukungan mereka untuk kemajuan atlet dari berbagai cabang olahraga sangat terasa. Bahkan, boleh dikatakan, dukungan finansial mereka untuk kemajuan olahraga tanah air sangat besar dibandingkan dengan produk-produk lain.
Di satu sisi, rokok bisa dikatakan sebagai "musuh" bagi kesehatan dan stamina atlet. Namun, di sisi lain, uang hasil keuntungan dari bisnis rokok merupakan dukungan yang masih sangat dibutuhkan untuk kemajuan atlet dalam mengejar prestasi. Jadi, tinggal bagaimana kita menyikapinya.
Komentar
Posting Komentar