Hubungan antara Keraton, Gunung Merapi, dan Laut Selatan merupakan satu kesatuan kekuatan kosmis Jawa. Nyai Roro Kidul sebagai pemimpin Pantai Selatan, mempunyai pengaruh kuat terhadap ketiga tempat tersebut. Nyai Roro Kidul sebagai tokoh untuk menyokong eksistensi keberadaan raja yang memerintah di Keraton, sedangkan di Merapi, ia berteman baik dengan Kiai Sapu Jagad penjaga kawah Merapi. Selain persahabatan yang terjalin kuat sejak dahulu, Nyai Roro Kidul Kidul juga mempunyai hubungan khusus dengan penunggu kawah Merapi. Berikut merupakan paparan analisis yang menjelaskan hegemoni mitos Nyai Roro Kidul terhadap tiga tempat tersebut.
1. Keraton
Keraton merupakan pusat pemerintahan sekaligus tempat keramat bagi tahta seorang raja. Tempat raja melakukan kepemimpinannya ini merupakan pusat dari segala kegiatan pemerintahan. Daerah kekuasaan Keraton biasanya berada dalam pusat kota. Namun, jika tinjauannya pada wilayah kebudayaan Jawa dari masa lalunya yaitu pada masa kerajaan Mataram, maka masyarakat Jawa oleh Koentjaraningrat dapat dibedakan ke dalam tiga tipe wilayah kebudayaan, yaitu (a) negarigung, (b) mancanegari, dan (c) pesisiran. Daerah Keraton inilah yang dikenal sebagai negarigung yaitu daerah di seputar kota Surakarta dan Yogyakarta.
Keraton di pusat ibu kota yang dikelilingi tempat-tempat penting membentuk lingkaran, dengan kantor-kantor pemerintahan di pusat kota. Para abdi dalem tinggal di sekitar wilayah keraton tersebut dengan pengabdian di Keraton. Masyarakat di daerah tersebut mengutamakan kehalusan baik dari tingkah laku, berbahasa, maupun kesenian. Namun, kepercayaan agama dalam masyarakat tersebut cenderung sinkretik karena menganut Islam kejawen.
Hegemoni mitos Nyai Roro Kidul dalam Keraton sangat terlihat karena tempat pertemuan khusus dengan sang raja berada di daerah sekitar wilayah Keraton. Raja menyediakan tempat khusus bagi Nyai Roro Kidul yang berposisi sebagai istri raja. Tempat pertemuan tersebut berada di Panggung Sanggabuwono di Keraton Surakarta untuk pertemuan dengan Kanjeng Sunan, dan Hotel Ambarukmo serta selo gilang di Parangkusumo untuk pertemuan dengan Kanjeng Sultan di Yogyakarta.
Yogyakarta, hampir setiap sudut kota dan peristiwanya tidak lepas dari kisah-kisah mistik. Sebagian masyarakatnya masih percaya wisik, wangsit, firasat, pralambang, dan kekuatan gaib. Jika menyangkut Merapi, maka jangan abaikan peran Keraton Yogyakarta dan penguasa Laut Kidul. Ketiganya seolah jadi sumber kekuatan yang saling menopang satu dengan yang lain. Keyakinan itu sudah hidup di tengah masyarakat secara turun temurun karena memang dijaga betul agar jangan sampai anak cucu generasi berikut melupakan begitu saja. Jangan sampai mereka lupa akan sejarah leluhurnya, namun juga belum memiliki tempat untuk berpijak dan menemukan nilai-nilai hidup yang baru. Jika hal itu sampai terjadi, maka mereka bisa menjadi generasi yang terombang-ambing oleh situasi zaman. Generasi yang tercerabut dari akar budayanya sendiri. Mungkin begitu. Sekurang-kurangnya, begitulah pendapat para budayawan dan sejarawan yang pernah kubaca.
Daerah Yogyakarta hingga sekarang masih penuh dengan kepercayaan terhadap hal gaib. Daerah ini dulu merupakan bagian dari kekuasaan Mataram meski telah terbagi menjadi empat bagian dengan dua wilayah pemerintahan keraton dan dua kadipaten yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, Kasunanan Surakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran (catur sagotrah) berdasarkan perjanjian Giyanti yang ditandatangi pada tanggal 13 Februari 1755 dengan VOC. Mitos Nyai Roro Kidul berkembang pesat di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mempercayai mitos tersebut yang menunjukkan bahwa hegemoni mitos Nyai Roro Kidul masih tertanam kuat.
Meskipun ada pihak yang menganggap bahwa kehadiran legenda Nyai Roro Kidul hanya sebagai propaganda politik dari pihak kerajaan atau Keraton untuk menakut-nakuti rakyatnya, namun dalam novel ini ditampik karena mengungkapkan berbagai kejadian supranatural yang secara langsung dialami oleh Sam. Kejadian tersebut berhubungan dengan Laut Selatan, Keraton, dan Merapi yang menguatkan kebenaran tentang keberadaan tokoh Nyai Roro Kidul dan hegemoni kekuasaannya terhadap masyarakat Jawa.
2. Gunung Merapi
Gunung Merapi merupakan gunung yang terletak di Jawa Tengah, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya + 20 km di sebelah utara Keraton Yogyakarta. Gunung Merapi merupakan gunung yang dikenal sebagai gunung paling aktif di Indonesia, bahkan di dunia. Merapi dipercaya sebagai gunung yang keramat karena di dalamnya dihuni oleh para jin, lelembut, atau roh-roh leluhur.
Gunung Merapi mempunyai peran yang sangat penting terhadap kelangsungan Keraton dan Laut Selatan. Pengadaan sesajen dan doa sering dilakukan di sekitar Merapi untuk menghormati kekuasaan makhluk halus Merapi dan Nyai Roro Kidul. Ritual tersebut dapat menghindarkan daerah Yogyakarta dari malapetaka, misalnya Merapi tidak akan marah dan meletus apabila diberi sesajen.
Keberadaan letak mistis geografis keraton Mataram bagi masyarakat Jawa memiliki filosofis istimewa. Posisi letak antara Gunung Merapi, Keraton Kesultanan Yogyakarta dan Laut Selatan berada dalam satu garis lurus dari selatan ke utara yang dinamakan "garis imajiner”. Merapi pun diyakini mempunyai penunggu bernama Kiai Sapu Jagad, yang mempunyai hubungan baik dengan Nyai Roro Kidul.
Dalam novel Sang Nyai, Merapi digambarkan sebagai tempat tinggal Kang Petruk, teman Kesi. Kang Petruk dikenal warga sebagai Mbah Petruk penunggu kawah Merapi. Kondisi Merapi yang saat itu semakin berbahaya membuat rakyat Yogyakarta cemas. Bahkan, himbauan untuk membuat sayur tolak bala di sekitar lereng Merapi telah dilakukan. Kegiatan tersebut agar terhindar dari bencana letusan Merapi. Sementara itu untuk warga di pesisir Pantai Selatan mengadakan upacara labuhan meminta pertolongan kepada Nyai Roro Kidul untuk membujuk Kiai Sapu Jagad agar tidak marah dan memuntahkan laharnya ke daerah Yogyakarta. Hubungan baik antara penunggu Merapi dengan Nyai Roro Kidul menandakan bahwa Nyai Roro Kidul juga menghegemoni penguasa Merapi. Jika, Nyai Roro Kidul berhasil membujuk Kiai Sapu Jagad maka diharapkan bencana tidak akan terjadi dan rakyat Yogyakarta selamat.
“Saya khawatir jika suatu saat nanti Merapi marah dan
meluluhlantakkan tempat-tempat semacam itu. Sebab, sedikit banyak,
keberadaan losmen itu mengotori kesakralan Merapi. Gunung yang satu
ini tidak bisa dibuat main-main. Beda dibanding gunung-gunung yang
lain. Merapi itu berkaitan erat dengan Keraton Yogyakarta dan penguasa Laut Selatan, Nyai Roro Kidul. Ingat waktu kamu naik andong gaib.
Berangkat dari selatan kali Opak melewati KeratonYogyakarta, lalu
menyusuri Malioboro, melewati tugu, baru kamu tiba di rumah Mbah
Petruk. Yang kamu lewati itu memang jalur penghubung utama tiga
sumber kekuatan di jantung Pulau Jawa. Merapi-keraton-Laut Selatan.
Para ahli budaya Jawa yakin sekali akan hal itu".
Berdasarkan kutipan tersebut gunung Merapi adalah gunung yang aktif, namun mempunyai tanah yang subur sehingga menjadi surga bagi rakyatnya, Selain itu, pasir dari gunung yang larut di sungai-sungai menjadi harta karun bagi para penambang pasir. Sebagai salah satu kekuatan penting di jantung pulau Jawa yang terkait dengan Keraton dan Laut Selatan, Merapi memberikan banyak berkah kepada warganya. Sayangnya, kesakralan Merapi mulai berkurang. Di lereng Merapi terdapat banyak losmen-losmen untuk berbuat asusila, dan itu sudah menjadi pekerjaan sampingan beberapa warga gunung yang berprofesi mengelola losmen sejenis. Dengan adanya hal tersebut, maka tidak heran jika Merapi akan murka. Kekayaan alam, kesuburan, dan tempatnya yang strategis dimanfaatkan untuk melakukan hal yang tidak baik.
Namun, letusan Gunung Merapi sebenarnya adalah sebuah siklus alam yang sudah seharusnya terjadi. Mitologi letusan Gunung Merapi tersebut dipakai dalam konseptual nilai-nilai yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan pencipta hidup, manusia dan alam adikodrati (sakral) dalam pemahaman Jawa. Hegemoni mitos Nyai Roro Kidul tetap mencakup wilayah Merapi berdasarkan relasi yang dibangun antara Kiai Sapu Jagad dan Sang Sultan sebagai penengah, hal ini sangat dipercaya oleh masyarakat Jawa, sehingga Gunung Merapi merupakan wilayah cakupan hegemoni mitos Nyai Roro Kidul.
3. Laut Selatan
Laut Selatan merupakan wilayah kekuasaan Nyai Roro Kidul yang paling terlihat. Ombak Laut Selatan Jawa yang tinggi dan ganas menandakan kekuasaan sang Ratu. Laut Selatan dijadikan medium persembahan adikuasa, yang memberi simbolisasi tritunggal yaitu:
(1) Ingkang sinuhun, yakni raja yang bertahta di singgasana duniawi.
(2) Sanahita, yakni ratu yang bertahta di singgasana kedewataan.
(3) Sasinara, yakni ratu yang menguasai alam rohani.
Dari ketiga unsur tersebut maka sosok Maharani Dewi Asmarawangi Cemaralungit dimitoskan sebagai Ratu Kidul, atau Nyai Roro Kidul pemimpin Laut Selatan. Berikut kutipan yang menjelaskan kekayaan dari Laut Selatan:
“Mataram yang makmur! Jika sampai kekurangan, bisa minta
bantuan Nyai Roro Kidul untuk membagikan kekayaannya. Sebab, konon
di kerajaan Laut Selatan ditimbun berton-ton emas. Tinggal bagaimana
caranya membujuk penguasa Laut Selatan itu untuk berbagi dengan
kawula Mataram. Pasti tidak keberatan mengingat penguasa Mataram
adalah kekasihnya!”
Sebagai kekasih dari para Raja Mataram di Keraton, Nyai Roro Kidul pemimpin Laut Selatan berkolaborasi dengan Sultan mempunyai hubungan simbolisasi seperti lingga dan yoni, laki-laki dan perempuan, suami istri yang menjalin kerjasama saling mengisi satu sama lain. Hubungan erat ini pun dibuktikan dengan bantuan Nyai Roro Kidul kepada Sri Sultan Hamengkubuwono I ketika membangun Keraton di kawasan bumi baru pada 1755 dengan bantuan Nyai Roro Kidul.
Bantuan tersebut berupa perlindungan untuk kelancaran pembangunan Keraton. Pada saat itu terjadi badai, sehingga pembangunan itu takkan selesai jika terus demikian. Untuk itulah, Nyai Roro Kidul menggunakan kekuatan gaibnya, sehingga pembangunan tetap berjalan meski hari sedang badai. Hal itu merupakan bentuk hegemoni mitos Nyai Roro Kidul terhadap Raja Mataram. Raja masih sangat bergantung terhadap eksistensi sosok Nyai Roro Kidul.
Berdasarkan kepercayaan Jawa, Pantai Selatan yang berada di laut Jawa mempunyai ombak yang ganas. Keganasan laut dianggap mempunyai kekuatan supranatural. Segala aktivitas yang berhubungan dengan Laut Selatan harus dilakukan dengan seizin Nyai Roro Kidul agar selamat. Seperti contoh, upacara sesaji atau dikenal sebagai sedekah laut. Jika sesaji tidak dilakukan, maka rakyat percaya bahwa dapat terjadi kecelakaan laut atau timbul gelombang dan bencana yang bisa memakan korban. Namun, jika upacara dilaksanakan maka Nyai Roro Kidul akan memberikan berkah dan melindungi keselamatan rakyat Yogyakarta.
“Bukankah nyala api kemenyan tampak menjilat-jilat tinggi?”
“Ya.”
“Itu pertanda bahwa sang Nyai berkenan atas Labuhan Jaladri yang
kami laksanakan. Kalau beliau menolak, jangankan apinya menjilat-jilat,
kadang-kadang malah tidak mau nyala sama sekali kemenyannya".
Berdasarkan kutipan di atas, restu dari Nyai Roro Kidul pada acara labuhan mempengaruhi prosesi labuhan. Hegemoni mitos Nyai Roro Kidul menggerakkan rakyat untuk melaksanakan segala kegiatan harus dengan izin dari penguasa Laut Selatan, jika tanpa seizinnya maka akan menjadi musibah. Namun, kehidupan tidak ada yang tahu. Meskipun saat labuhan memakan korban, bukan berarti Nyai Roro Kidul tidak menerima persembahan. Hal itu merupakan takdir dari Sang Pencipta bahwa korban-korban yang tenggelam saat mencari barangbarang yang di larung memang sudah saatnya untuk berpulang.
Referensi:
Artha, Arwan Tuti. 2009. Langkah Raja Jawa Menuju Istana Laku Spiritual Sultan. Yogyakarta: Galang Press.
Sardjono, Budi. 2011. Sang Nyai. Yogyakarta: Divapress.
Sumadi. “Gunung Merapi dalam Budaya Jawa”. Jurnal Seni Rupa STSI Surakarta.
Komentar
Posting Komentar