Suku Osing atau sering disebut juga dengan Suku Using merupakan suku asli yang berasal dari Banyuwangi tepatnya di Jawa Timur. Tidak hanya Suku Osing saja yang berasal dari Jawa Timur tetapi ada pula beragam jenis yang berasal dari Jawa Timur diantaranya adalah suku Jawa, Madura, Bali, Banjar, Melayu, Mandar dan suku Using yang mayoritas penghuni kota Banyuwangi.
Menurut Siti Lailatul Nur Azizah, (2014:26) mengatakan bahwa:
Suku Using adalah suku asli dari Banyuwangi. Using secara terminologis berasal dari kata sing-sering juga di ucapkan oleh suku Using hing yang berarti “tidak”, kemudian di maknai sebagai orang-orang yang “tidak” ikut mengungsi ketika terjadi Perang Puputan Bayu, sehingga tetap menempati wilayah Blambangan yang sekarang menjadi kota Banyuwangi.
Suku Using adalah suku asli dari Banyuwangi. Using secara terminologis berasal dari kata sing-sering juga di ucapkan oleh suku Using hing yang berarti “tidak”, kemudian di maknai sebagai orang-orang yang “tidak” ikut mengungsi ketika terjadi Perang Puputan Bayu, sehingga tetap menempati wilayah Blambangan yang sekarang menjadi kota Banyuwangi.
Jadi secara garis besarnya masyarakat suku Osing tidak hanya ada di Banyuwangi, tetapi meliputi beberapa daerah di Jawa Timur yang dulu pernah dikuasai atau ikut wilayah Blambangan. Seperti sebagian Jember, Bondowoso, Situbondo dan Lumajang disebut masyarakat Using. Sebagian besar masyarakat suku Osing terdapat di kota Banyuwangi. Banyuwangi adalah kabupaten yang berada di ujung timur propinsi Jawa Timur.
Agama yang dianut “Suku Osing”
Jika diperhatikan dari sejarahnya, suku Osing awalnya memeluk ajaran Hindu-Budha yang diyakini sebagai agama mereka seperti halnya kerajaan Majapahit. Tetapi Sebagian besar masyarakat Osing beragama Islam, dan setengahnya lagi beragama Hindhu dan Budha.
Jika diperhatikan dari sejarahnya, suku Osing awalnya memeluk ajaran Hindu-Budha yang diyakini sebagai agama mereka seperti halnya kerajaan Majapahit. Tetapi Sebagian besar masyarakat Osing beragama Islam, dan setengahnya lagi beragama Hindhu dan Budha.
Masyarakat Osing percaya pada para roh leluhur, reinkarnasi, moksa, dan hukum karma. Mereka juga percaya kepada roh yang dipuja (danyang) di sebuah tempat disebut Punden yang biasanya ada di bawah pohon atau batu besar. Meskupun saat ini agama mayoritas masyarakat Osing adalah Islam, hal tersebut akibat berkembangnya kerajaan Islam di daerah Pantura (Pantai Utara). Akan tetapi agama yang lain masih tetap ada di dalam Suku Osing.
Kepercayaan Ghaib/Mistis yang diyakini “Suku Osing”
Masyarakat Suku Osing sendiri memiliki beberapa kepercayaan yang masih mereka pecayai sampai saat ini. Masyarakat Osing masih memegang teguhnya tradisi dan budaya yang erat kaitannya dengan hal mistis, ini menimbulkan banyak persepsi negatif bagi masyarakat yang hanya mengetahui sebagian saja dari tradisi Osing, terutama karena sebagian besar tradisi masyarakat Osing yang memang masih sangat dekat dengan budaya sebelum Islam.
Masyarakat Suku Osing sendiri memiliki beberapa kepercayaan yang masih mereka pecayai sampai saat ini. Masyarakat Osing masih memegang teguhnya tradisi dan budaya yang erat kaitannya dengan hal mistis, ini menimbulkan banyak persepsi negatif bagi masyarakat yang hanya mengetahui sebagian saja dari tradisi Osing, terutama karena sebagian besar tradisi masyarakat Osing yang memang masih sangat dekat dengan budaya sebelum Islam.
Meskipun kepercayaan tersebut masih dilakukan oleh Suku Osing, tetapi kepercayaan tersebut beberapa telah berubah dan menyesuaikan sesuai dengan agama yang dianut oleh Suku Osing. Ada beberapa keperccayaan Suku Osing yang sampai saat ini masih mereka lakukan. Bahkan di zaman yang modern ini masih ada juga kepercayaan yang berbau mistis yang dilakukan oleh Suku Osing.
Beberapa tradisi masyarakat Osing yang dianggap dekat dengan dunia gaib atau mistis antara lain:
- Adanya kepercayaan bahwa orang yang tentang ilmu pelet/Jaran Goyang. Ilmu ini digunakan untuk menarik lawan jenis yang kita sukai. Jika orang terkena ilmu ini maka orang tersebut tidak akan bisa menolak orang yang menyukainya. Image bahwa jika seseorang disukai oleh orang yang berasal dari suku Osing tidak akan bisa menolak lahir dari mitos ini. Padahal mitos ini hanya berlaku jika orang tersebut sama sama suka.
- Selametan setiap hari Senin dan Kamis di makam Buyut Cili yang dilakukan oleh orang yang akan mempunyai hajat ataupun sehabis melaksanakan suatu acara.
- Masa menanam padi dan bercocok tanam yang didasarkan kepada perhitungan dan hari baik dan buruk, serta tanda tanda alam yang terbaca.
- Tata cara selamatan yang sering kali dilaksanakan setiap hari tertentu dan pada saat tanggal tertentu. Frekuensi dari selamatan ini lebih sering daripada daerah lain.
- Adanya kepercayaan tentang santet dan ilmu hitam lainnya bila kita dianggap menyakiti orang yang berasal dari suku Osing.
Walaupun suku Osing awalnya memeluk ajaran Hindu-Budha yang diyakini sebagai agama mereka seperti halnya kerajaan Majapahit dan masyarakat Osing mayoritas beragama Islam. Penduduk suku Osing juga sebagian masih memegang kepercayaan lain seperti Saptadharma, yaitu kepercayaan yang kiblat sembahyangnya berada di Timur seperti orang Cina. Sistem kepercayaan di suku Osing masih mengandung unsur Animisme, Dinamisme, dan Monotheisme.
Terbukanya suku Osing dalam menerima pengaruh dari luar ini membuat kepercayaan mistis dan agama masih bercampur. Suku Osing merupakan suku yang masih menjaga tradisi dan kepercayaan dahulu, dan tetap bisa menerima agama Islam yang masuk ke wilayahnya saat itu.
Referensi:
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa (Jakarta:Balai Pustaka)
Anastasia Murdyastuti,dkk. 2013. Kebijakan Akselerasi Pengembangan Kawasan Wisata Using Berbasis Democratic Governance. Penelitian Unggulan Universitas Jember.
Anastasia Murdyastuti,dkk. 2013. Kebijakan Akselerasi Pengembangan Kawasan Wisata Using Berbasis Democratic Governance. Penelitian Unggulan Universitas Jember.
Komentar
Posting Komentar