Ilustrasi jimat |
Budaya mistik di indonesia
Budaya mistik merupakan sebuah topik yang masih menjadi perbincangan dan juga perdebatan setidaknya di era ini. Kajian ini makin beragam dimulai dari mengangkat isu sebuah benda dari etnisitas dan daerah tertentu, simbol pemimpin dan kebudayaan di masing-masing daerah hingga hal-hal yang memang berakar dari zaman dahulu, berkaitan dengan identitas kesukuan dan globalisasi. Budaya mistik ini merupakan budaya yang sudah ada sejak zaman kerajaan dan diciptakan sebagai bentuk penghormatan.
Manusia Indonesia tidak bisa lepas dari budaya mistik dari setiap daerah. Oleh karena itulah Tan Malaka menulis buku yang berjudul Madilog yang memiliki singkatan Materialisme, Dialektika dan Logika pada tahun 1942-1943 dan memberi penekanan besar pada pentingnya menggunakan rasionalitas atau akal pikiran dalam membuat keputusan dalam menentukan hidup oleh semua individu dan kelompok.
Prof. Kuntowijoyo telah memberikan tiga tingkat evolusi pemikiran manusia yaitu mitos, ideologi dan ilmu. Mitos itu, menurutnya, terjadi pada sebelum dan pada abad ke 19 serta awal abad ke 20. Bahkan hingga saat ini, mitos maupun mistik masih terus mempengaruhi pemikiran manusia indonesia. Dengan terjadinya hal tersebut maka menjadi bagian dari suatu budaya dan mempengaruhi aturan hidup manusia indonesia.
Proses modernisasi dan globalisasi menempatkan bangsa Indonesia dalam arus perubahan besar yang mempengaruhi segala dimensi kehidupan masyarakat, terutama kehidupan budaya. Pada hakekatnya perubahan itu merupakan proses historis yang panjang, yang berkembang dari masa ke masa. Di dalam sejarah Indonesia proses tersebut terlihat sejak dari awal pembentukan masyarakat pada masa prasejarah, kedatangan pengaruh kebudayaan Hindu-Budha, kedatangan agama dan kebudayaan Islam, serta hadirnya pengaruh Barat, sampai masa kini.
Kepercayaan pada roh, makhluk halus dan benda magis lainnya. Budaya mistik ini berkembang di masyarakat dan hampir semuanya berdasarkan kepercayaan belaka dan bukan hasil dari pemikiran. Di Indonesia sendiri, ada budaya mistik tradisional di mana ada istilah kakang kawah ada ari-ari, papat kalimo pancer. Istilah ini merujuk pada makhluk hidup yang menyerupai diri kita secara wujud fisik dan bukan dalam hal sifat dan memiliki unsur gaib. Bentuk yang berkembang di masyarakat diantaranya adalah, selamatan, ngruwat, kepercayaan pada mahkluk halus, setan, jin dan semacamnya.
Selamatan adalah semacam upacara sesajian yang bertujuan untuk Yang Kuasa, para wali, dewa, bidadari dan kekuatan yang terdapat pada seorang ulama atau yang dihormati dengan tujuan untuk menyenangkan mereka. Ngruwat adalah upacara untuk membebaskan seseorang yang sedang kerasukan setan. Sesuai dengan pengertian masyarakat jawa, tidak semua orang dapat dilepaskan dari pengaruh seran di mana Sang Kala telah mendapat haknya untuk mempergunakan orang itu sebagai mangsanya.
Mengenai jimat
Berkaitan dengan definisi mistis dan berkaitan erat dengan budaya di indonesia, maka hal tersebut berkaitan pula dengan jimat. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia sendiri, jimat memiliki arti hemat (membelanjakan uang), teliti, cermat dan seksama. Tamimah (jimat/ajimat) adalah suatu benda yang diyakini bisa menolak bala atau mendatangkan manfaat. Di dalam pengertian lain, jimat adalah benda yang disakralkan oleh pembuatnya atau pemakainya. Bisa berasal dari tumbuhan, batu, air yang mengkristal, hewan, manusia dan bahan lain yang sengaja di buat oleh manusia atau tercipta karena proses alam dan bahkan juga dari alam gaib. Jimat bukanlah sesuatu yang asing bagi peradaban manusia dari dulu hingga zaman modern saat ini. Di negara kita yang berlatar belakang kebudayaan animisme, jimat bukan merupakan suatu hal yang asing pada kehidupan sehari-hari masyarakat kita. Di negara maju pun tidak sedikit orang yang meyakini jimat yang dapat mendatangkan keberuntungan atau menghindarkan dari kesialan.
Kita dapat melihat penggunaan serta pemujaan jimat telah memasuki kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Jika ingin bertambah laku, pedagang di pasar akan minta ‘penglaris’ kepada ‘orang pintar’ untuk ditaruh pada lokasi dagangannya. Jika ingin rumah selamat dari bala bencana maka di pintu digantungkanlah ‘sesuatu’. Jika orang hamil ingin kondisi janinnya sehat dan selamat maka setiap pergi ke luar rumah dibawalah gunting. Jika bayi sudah lahir maka harus ditaruh sapu lidi di sekitarnya agar tidak terkena gangguan-gangguan makhluk halus. Jika seorang ingin kuat dan kebal senjata maka dipakailah jimat cincin, sabuk dan bentuk-bentuk lainnya. Bila ingin cantik dan luwes dalam pergaulan maka dipasanglah susuk di bagian tertentu tubuhnya. Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk lain.
Seorang penganut dan pengguna jimat, melaksanakan suatu keilmuan dengan memakai 2 metode. Pertama, membaca ayat suci sebagai wiridan (diulang dengan jumlah tertentu dan waktu tertentu dan yang kedua dengan menggunakan ilmu hikmah melalui ayat-ayat yang dituliskan pada media tertentu dan biasa diistilahkan dengan ilmu rajah.
Rajah sendiri berasal dari bahasa arab yang biasa disebut Wifiq atau Wafaq. Rajah itu sendiri merupakan sebuah tulisan yang mengandung energi gaib dan Rajah tersebut dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar. Tulisan ini dapat berbentuk huruf, angka, sandi, simbol dan gambar. Sebagian besar, rajah terdiri dari huruf dan angka dan tidak bisa menyusun kata. Dan memang tidak bisa diartikan dalam kata dan diyakini bisa memunculkan kekuatan gaib. Tulisan ini memiliki beragam jenis sesuai fungsinya. Memang tulisan ini bukan tulisan sembarangan yang ditulis di atas kers atau kain dan media lain. Ini merupakan tulisan yang bernuansa mistis. Setiap coretan garis, simbol dan sandi memiliki makna tertentu uang rajah ini lebih menekankan pada makna daripada arti. Makna yang dikandung ini merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh pembuatnya dan memang khusus dibuat untuk membantu memenuhi hajat keinginan seseorang.
Ilmu ini merupakan ilmu yang rumit dan bagaimana caranya mengakses energi tertentu melalui tulisan dan kode yang dituliskan pada media tertentu sehingga berubah fungsi menjadi Azimat. Rajah ini juga bisa dituliskan pada bagian tertentu dari tubuh manusia atau di tubuh manusia dengan fungsi yang berbeda-beda. Alat penulisan ini bermacam-macam dari besi, tembaga, kayu, batu tulang hewan dan di zaman modern ini bisa menggunakan pena biasa dengan tinta, misik, kasturi, fotokopi, sablon dan scanner.
Referensi:
Suhaeri, Muhlis. (2009). Budaya Mistik. Borneo Tribune, pontianak.
Adrisijanti Romli, Inajati. (1997). “Islam dan Kebudayaan Jawa”, dalam Cinandi, Yogyakarta: Panitia Lustrum VII Jurusan Arkeologi UGM, hlm. 146-150.
Komentar
Posting Komentar