5 Mitos menyeramkan di gunung slamet

Misteri dan mitos gunung slamet

Gunung Slamet adalah salah satu dari 6 gunung yang ada di Jawa Tengah. Kata slamet dari nama Gunung Slamet, dalam bahasa indonesianya yaitu selamat. Sehingga dipercaya oleh masyarakat di lereng gunung ini akan memberikan keselamatan bagi masyarakat sekitarnya. Gunung Slamet menurut masyarakat jawa adalah salah satu gunung yang dianggap keramat.

Gunung Slamet dengan ketinggian 3428 meter dari permukaan laut, merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah, dan terbesar kedua di Jawa setelah Gunung Sumeru. Secara admistratif, Gunung Slamet dibagi menjadi 4 wilayah kabupaten, antara lain Kabupaten Purbalinggga, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Tegal.

Gunung Slamet yang menjulang tinggi merupakan simbol kehidupan alam disekitarnya. Banyak yang ingin melakukan pendakian di Gunung Slamet karena rasa ingin tahu mereka dengan keindahan alam yang bisa dilihat dari puncak Gunung Slamet. Namun demikian, apabila akan memasuki kawasan Gunung Slamet harus berhati-hati, karena ketidakhati-hatian itu akan membawa bahaya bagi yang melakukan pendakian.

1. Mitos pendakian dan pantangan gunung selamet

a Pendakian
Gunung Slamet pada awalnya mempunyai hutan yang masih lebat sehingga cukup sulit untuk digunakan sebagai jalur pendakian. Hutan yang lebat dan rimbun menjadikan Gunung Slamet cukup berbahaya untuk didaki, karena dengan tanaman liar yang tumbuh lebat dapat menghalangi pandangan para pendaki untuk menemukan jalur untuk mencapai puncak. Kemungkinan para pendaki juga akan tersesat jika jalur pendakian ditutupi oleh tanaman liar yang menghalangi pandangan mereka.

Selama tahun 1975 - 1994 tercatat 17 orang meninggal di gunung Slamet, 10 orang diantaranya meninggal karena hujan salju pada bulan Februari 1992. Suhu dipuncak Gunung Slamet seringkali mencapai 0°C, oleh karena itu para pendaki harus menyiapkan fisik, logistik dan perlengkapan untuk mendaki gunung Slamet. Tahun 2007 ada 20 lebih pendaki yang meninggal dan 25 pendaki menghilang yang sampai sekarang belum ditemukan. Kejadian tersebut sering terjadi pada bulan Januari dan Februari. Sehingga pada saat itu masih jarang orang yang melakukan pendakian di Gunung Slamet.

Pendaki yang pertama kali melakukan pendakian di Gunung Slamet menurut cerita berabad-abad dahulu oleh sesepuh Dusun Bambangan adalah Mbah Jamur Dipa. Mbah Jamur Dipa diyakini oleh masyarakat dusun Bambangan sebagai bahureksa atau penguasa di Gunung Slamet. Menurut cerita masyarakat dusun Bambangan orang yang membuat jalan menuju puncak Gunung Slamet dari jalur Bambangan adalah juru kunci pertama yaitu Mbah Mertawitana.

Pertama kali yang mendaki di Gunung Slamet adalah Mbah Jamur Dipa, setelah itu yang membuat jalan untuk jalur pendakian sampai puncak Gunung Slamet adalah Mbah Mertawitan dan sekaligus sebagai juru kunci Gunung Slamet di Dusun Bambangan.

Alam merupakan tempat dimana manusia dapat hidup dan berinteraksi dengan sesama maupun dengan alam itu sendiri. Alam diciptakan untuk senantiasa dipelajari dan dipelihara karena alam dan manusia merupakan unsur yang saling membantu untuk keseimbangan dan keselarasan hidup di masa yang akan datang. Salah satu aktivitas yang sangat berperan hingga saat ini ialah pendakian gunung yang dimulai dari niat sampai keinginan untuk mencapai puncak. Bermula dari niat diri sendiri, pendakian gunung akan lebih terasa bermakna dan tergantung dari sudut pendakian itu sendiri. 

Persiapan pendakian di Gunung Slamet menjadi faktor untuk keselamatan bagi pendaki saat perjalanan pendakian di gunung. Persiapan itu diantaranya adalah menyiapkan perlengkapan yang harus dibawa oleh para pendaki seperti, Ransel (carrier), perlengkapan tidur yaitu sleeping bag (tempat tidur), tenda, matras, dan yang paling utama adalah bekal makanan, dan lain sebagainya. Persiapan mental dan fisik juga merupakan faktor pendukung kelancaran pendaki tersebut.

Para pendaki juga harus berhati-hati dengan aturan dengan tidak melanggar larangan-larangan saat melakukan pendakian di gunung Slamet. Larangan dan aturan itu sudah ada sejak dulu yang dihormati dan dijalankan oleh pendaki sampai sekarang ini. Jika para pendaki tidak mematuhi aturan dan melanggar larangan yang sudah ada, maka pendaki tersebut akan mendapat celaka atau musibah saat melakukan pendakian. Dimana sudah banyak cerita atau kejadian yang dialami para pendaki yang melanggar larangan tersebut, baik kejadian aneh atau pun musibah yang dialami pendaki tersebut.

b. Pantangan
Masyarakat Dusun Bambangan meyakini Gunung Slamet adalah gunung yang keramat, namun demikian Gunung Slamet sampai sekarang masih bisa untuk pendakian. Selain itu, untuk pendakian di Gunung Slamet biasanya untuk tujuan-tujuan khusus karena ada alasan spiritual yang mengaitkan adanya mitos, sehingga orang yang akan melakukan pendakian sebaiknya melengkapi beberapa syarat-syarat yang perlu dibawa, yaitu membawa bunga, kemenyan, dan didampingi oleh juru kunci. Tetapi untuk sekarang ini tidak dilakukan lagi bagi yang akan melakukan pendakian, karena mereka biasanya sudah tahu sebelumnya tentang kejadian-kejadian aneh namun tidak membahayakan jiwa mereka. Namun hal tersebut, ada pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh para pendaki. Pantangan adalah larangan-larangan atau sesuatu yang tidak boleh dilakukan.

Pantangan dalam pendakian di Gunung Slamet yang paling penting dan harus di perhatikan adalah jangan berbicara sembarangan (jorok), berniat tidak baik, bertingkah laku tidak sopan, dan lainnya.

2. Mitos upacara ruwat bumi
Salah satu bentuk mitos di Gunung Slamet yang masih tetap dipelihara oleh masyarakat di Dusun Bambangan adalah mitos upacara ruwat bumi yang dilakukan di bulan Sura. Sistem kepercayaan masyarakat Dusun Bambangan menciptakan kearifan lokal untuk menjaga kelestarian alam di Gunung Slamet. Tujuan upacara ruwat bumi adalah menghormati Sang Bahureksa atau yang menguasai Gunung Slamet agar diberikan keselamatan bagi masyarakat setempat.

Gunung Slamet sebenarnya adalah tempat orang untuk meminta permohonan agar dikabulkan. Hal tersebut ditandai dengan diadakannya syukuran oleh masyarakat di Dusun Bambangan yang dilaksanakan satu tahun sekali di setiap bulan Sura yaitu tradisi upacara ruwat bumi. Upacara ruwat bumi merupakan salah satu bentuk mitos yang masih hidup dan tetap dipelihara sampai saat ini. Masyarakat Bambangan meyakini bahwa upacara ruwat bumi untuk mewujudkan keseimbangan manusia dengan alam agar dapat menciptakan ketentraman dan keselamatan di tempat mereka tinggal.

Pelaksanaan upacara ruwat bumi sudah dari zaman dulu dan turun temurun sampai sekarang mengikuti tanggal Jawa dilakukan pada malam Kliwon, dan biasanya dilaksanakan pada malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, tujuannya untuk menghormati bulan Sura.

3. Mitos Mahluk Halus di gunung slamet
Mahkluk halus di Gunung Slamet yang dikenal oleh masyarakat di Dusun Bambangan adalah Sang Bahureksa atau penguasa di Gunung Slamet yaitu Mbah Jamur Dipa. Menurut cerita sesepuh di Dusun Bambangan, sebutan Mbah Jamur Dipa berawal dari seorang pendaki yang bermalam di Gunung Slamet dan bermimpi didatangi oleh sesosok orang yang bernama Mbah Jamur Dipa. Selain didatangi lewat mimpi, roh Mbah Jamur Dipa biasanya juga merasuki para pendaki untuk menunjukkan identitasnya, dengan cara berbicara melalui perantara manusia yang dirasukinya.

Pendakian di Gunung Slamet lebih baiknya dan disarankan meminta izin terlebih dahulu kepada Mbah Jamur Dipa dengan lewat perantara juru kunci atau pun niat dalam hati, untuk meminta keselamatan di perjalanan sampai puncak dan pulang dengan selamat. Selain Mbah Jamur Dipa sebagai penguasa di Gunung Slamet, di Dusun Bambangan juga terdapat mahluk halus yang dikenal oleh masyarakat Bambangan adalah Mbah Rantasari. Cerita yang beredar, asal usul dari Mbah Rantasari adalah adanya kejadian yang menimpa anak kecil yang dirasuki makhluk halus bernama Mbah Rantasari.

Mahluk halus Mbah Rantasari merupakan mahluk halus yang di kenal oleh masyarakat Bambangan. Mbah Rantasari dalam wujudnya bagi yang pernah melihat, sosoknya seperti wanita cantik yang memakai baju jawa berwarna hijau. Mayarakat di Dusun Bambangan percaya di Gunung Slamet terdapat banyak mahluk halus. Mahluk halus tersebut dari wujudnya bagi yang pernah melihat pada saat melakukan pendakian memperlihatkan wujudnya seperti kuntilanak dan pocong. Hal itu, berawal dari banyaknya pendaki yang meninggal dan hilang di Gunung Slamet.

Asal usul mitos makhluk halus medi tersebut, berawal dari para pendaki yang melihat sesosok makhluk halus pocong dan kuntilanak. Hal itu dipercaya karena dimasa dulunya banyak kejadian pendaki meninggal dan menghilang sampai tidak ditemukan di Gunung Slamet.

4. Mitos Tempat-tempat Angker
Mitos tempat angker di Gunung Slamet berada di Pos 2 yaitu pondok walang dan Pos 9 yaitu di pelawangan.

Asal-usul adanya tempat angker di Gunung Slamet berawal dari mitos beredar dari orang yang melakukan pendakian di Gunung Slamet. Gunung Slamet terdapat 9 pos untuk tempat peristirahatan para pendaki. Tempat peristirahatan tersebut ada 2 pos yang terkenal angker, yaitu di pos 2 dan di pos 9. Tempat angker tersebut berawal karena sering terjadi banyak pendaki yang meninggal di tempat tersebut.

Asal usul adanya tempat angker di Gunung Slamet di pos 2 dan di pos 9 dari banyaknya kejadian orang yang meninggal ditempat tersebut. Beredarnya mitos tersebut berawal dari informasi para pendaki yang setelah melakukan pendakian menceritakan peristiwa atau kejadian aneh kepada beberapa warga Bambangan, dan ternyata peristiwa aneh yang dialami para pendaki itu dialami juga oleh kelompok pendaki yang lain.

Sampai pada akhirnya ada seorang warga Bambangan yang ingin membuktikan kebenaran cerita itu, dan ternyata saat tidur di pos 2 orang tersebut diganggu oleh makluk halus yang sering diceritakan oleh banyak pendaki yang menginap di pos 2. Sedangkan di pos 9 yaitu di pelawangan dikenal dengan pasar siluman (setan), ditempat tersebut seperti banyak mahluk halus dengan suara-suara aneh yang didengar oleh para pendaki yang melintasi jalan tersebut. Keberadaan mitos tersebut benar-benar terjadi dan dialami oleh warga dusun Bambangan ata upun para pendaki di Gunung Slamet.

5. Mitos Binatang di Gunung Slamet
Menurut cerita masyarakat di Dusun Bambangan keberadaan mitos tentang binatang yang berada di Gunung Slamet sudah ada sejak jaman dahulu. Para pendaki pernah melihat binatang tersebut saat melakukan pendakian. Berawal adanya mitos tentang binatang tersebut dari beberapa pendaki yang tidak sengaja melihat ular yang berukuran besar di sungai kecil dan kuda sembani diatas puncak Gunung Slamet.

Mitos keberadaan binatang tersebut berawal dari rombongan pendaki pecinta alam dari Jakarta sekitar tahun 2004 melihat kuda sembrani menarik kereta pemiliknya Nyai Roro Kidul yang ada di Keraton Yogyakarta beserta kusirnya di atas Gunung Slamet yang pernah melihat ular besar di daerah sungai kecil. Sedangkan kuda sembrani berawal dari sekitar tahun 2004 ada orang yang naik Gunung Slamet dari Jakarta melihat yang dimitoskan tersebut menurut masyarakat Bambangan merupakan jelmaan dari mahluk halus. Mitos keberadaan binatang di Gunung Slamet tersebut hanya dialami oleh beberapa pendaki, sehingga mitos tentang binatang tersebut masih kurang didengar oleh masyarakat dusun Bambangan.

Masyarakat di Dusun Bambangan percaya bahwa selain manusia, di dunia semesta alam juga dihuni oleh mahluk-mahluk halus (lelembut) dan binatang-binatang. Gunung slamet juga merupakan gunung api, sejak zaman dahulu gunung api telah menarik perhatian nenek moyang kita, keistimewaan yang berkaitan dengan kepercayaan mereka sehari-hari. Pada zaman prasejarah, mereka mempunyai kepercayaan bahwa roh orang mati dianggap masih tinggal di sekeliling mereka, di pohon, di batu, di sungai, di gunung, dan dianggap sebagai pelindung kuat yang dapat dimintai pertolongan. Replika gunung, yaitu gunungan dipergunakan sebagai simbol kehidupan.

Dari beberapa pendapat mengenai Gunung dan replikanya, dapat disimpulkan bahwa Gunung merupakan tempat yang tinggi dan sebagai tempat kehidupan dari alam semesta dimana Tuhan Yang Maha Esa yang menentukan semua takdir di seluruh alam semesta.

Jika ingin mendaki ke gunung slamet, tetaplah waspada dan meminta perlindungan kepada sang pencipta.

Komentar