Pada masa primitif 4000 tahun yang lalu, manusia sangat ingin mengenal alam, namun karena tingkat pengetahuan manusia saat itu masih rendah, maka hanya bisa bergantung pada imajinasi dan hal-hal mistis terhadap alam dan kehidupan manusia yang pada akhirnya membuat semacam penjelasan sederhana. Mitologi Cina mengandung bermacam-macam kisah sakral atau kisah luar
biasa yang menceritakan bagaimana dunia dan manusia diciptakan.
Kisah-kisah tersebut dianggap sakral karena berhubungan dengan kehidupan
para dewa yang menjelma menjadi nilai spiritual yang mendalam bagi
bangsa Cina.
Ragam mitos di Cina memang tak sedikit, namun tidak semuanya dikenal oleh masyarakat dunia. Seperti yang telah disebutkan bahwa mitos berakar dari imajinasi. Bukan berarti masyarakat Cina tidak memiliki imajinasi, hanya saja kemajuan intelektual mereka masih tertahan di tahap awal. Hal ini tentu saja karena pada zaman dulu masyarakat Cina tidak menjalin hubungan dengan bangsa lain, maka tidak menimbulkan suatu kompetisi. Jika ada kompetisi, dibutuhkan kerja otak yang aktif agar tidak mengalami subjugasi (ketundukan atau berada di bawah dominasi), inferioritas, atau kepunahan. Segalanya tentu saja kembali pada sejarah yang telah ditorehkan oleh bangsa Cina, karena dengan begitu dapat diketahui mengapa pola pikir masyarakat Cina zaman dulu begitu tertutup.
Cina, memiliki berbagai macam mitos yang masing-masing juga memiliki berbagai macam versi. Dari sekian banyak mitos tersebut, di bawah ini adalah beberapa mitos yang populer atau terkenal di dalam masyarakat Cina.
Pangu adalah salah satu tokoh yang paling menarik dalam mitos kosmogoni (penciptaan alam semesta) Cina. Kisah ini mungkin termasuk mitos penciptaan versi Cina yang paling awal, yaitu pertama kali muncul pada masa Dinasti Han (206 SM-220 M). Banyak ahli percaya bahwa cerita ini dipengaruhi oleh para pedagang yang berjalan melalui Timur Tengah, India, Afrika, dan Cina yang berjualan sutra, rempah-rempah, dan barang berharga lainnya. Cerita mengenai Pangu pun terdapat berbagai macam versi. Kisah berikut ini adalah salah satu versinya.
Menurut legenda, ia menciptakan alam semesta dan mampu membelah bumi dan langit. Karakter pan berarti cangkang telur, dan gu berarti mengunci atau kokoh. Makna tersebut merujuk pada dirinya yang berawal dari sebuah telur, lalu menetas untuk menyelesaikan kekacauan dengan membentuk alam semesta. Pangu tinggal di dalam sebuah telur. Di sanalah ia tidur dengan tenang tanpa adanya gangguan. Di dalam telur itu Pangu berkembang semakin besar. Pada suatu hari, alam menjadi tidak stabil. Saat Pangu terbangun, yang dilihatnya hanyalah kegelapan dan kebingungan. Akhirnya Pangu mencari cara untuk menciptakan suatu keteraturan. Tangannya mengambil meteor lalu dibentuknya menjadi seperti kapak, dan ia melemparkan tepat ke tengah telur tersebut dengan diiringi bunyi yang luar biasa dahsyat. Bunyi itu menggema di seluruh bumi dan membelah seluruh partikel dan gas alam semesta menjadi dua. Salah satu unsurnya, yang merupakan kekuatan murni dunia, berubah menjadi langit.
Sedangkan unsur yang lain, yang merupakan kekuatan kegelapan, berubah menjadi langit. Setiap hari, langit bertambah tinggi sepuluh kaki, bumi berkembang sepuluh kaki lebih tebal, dan Pangu tumbuh sepuluh kaki lebih tinggi. Hal ini berlangsung selama 18.000 tahun. Ketika bumi telah tercipta sempurna dan langit menjadi semakin tinggi, Pangu pun merasa lelah dan akhirnya meninggal. Setelah kepergiannya, tiap-tiap bagian tubuh Pangu berubah menjadi pelengkap alam semesta ini. Kepalanya berubah menjadi gunung-gunung yang tinggi, dagingnya menjadi tanah, janggutnya menjadi gugusan bintang, pembuluh darahnya menjadi aliran sungai, kulitnya dan rambutnya menjadi rumput dan pepohonan, mata kirinya menjadi matahari, mata kanannya menjadi bulan, nafasnya menjadi angin dan awan, dan keringatnya menjadi hujan. Begitulah alam semesta ini tercipta menurut legenda masyarakat Cina. Pangu dianggap sebagai pahlawan pencipta alam semesta. Kisah ini juga yang mengenalkan adanya dua kekuatan alam semesta, yaitu Yin (unsur ringan) dan Yang (unsur berat).
Kisah Pangu ini begitu populer dan dikenal luas oleh masyarakat Cina, bahkan masyarakat keturunan Cina di dunia. Meskipun saat ini era teknologi sedang berkembang pesat, namun kisah ini selalu ada di setiap generasi. Hal ini membuktikan bahwa mitos mengenai Pangu masih dipercaya oleh masyarakat. Kisah ini tidak akan tetap hidup dalam kehidupan manusia jika masyarakat sudah tidak mempercayai lagi mitos tersebut. Dengan kata lain, mitos ini memiliki fungsi bagi kehidupan sosial. Mengacu pada fungsi mitos menurut Zeffry dalam Manusia Mitos dan Mitologi, menurut penulis, fungsi mitos Pangu ini adalah sebagai sarana dan alat pendidikan yang membentuk dan mendukung berlakunya nilai yang ada. Nilai yang bisa diambil dari kisah Pangu ini adalah rasa keinginan untuk memberi manfaat bagi orang lain dan peka terhadap lingkungan. Hal ini tercermin saat Pangu berusaha untuk menciptakan ketenangan dan menghentikan kekacauan alam semesta, dan saat ia merelakan jasadnya yang telah mati sebagai awal mula penciptaan langit dan bumi demi kedamaian alam semesta.
Banyak mitos tentang penciptaan manusia dalam mitologi Cina. Di antaranya menceritakan manusia yang diciptakan oleh dewa, yang ditebarkan dari benih-benih, yang dikeluarkan dari mulut para dewa dan dewi; manusia dibentuk dari suara, yang tercipta dari sentuhan antar dua lutut dewa, yang terbentuk dari metamorfosis hewan, yang berasal dari metamorfosis sebuah tanaman, yang keluar dari sebuah gua atau muncul dari sebongkah batu besar, yang diciptakan oleh matahari, dan sebagainya. Salah satu kisah penciptaan manusia yang populer dalam mitologi Cina adalah mitos tentang Nuwa. Nama Nüwa disebutkan di beberapa literatur Cina kuno, seperti Shujing (Klasika Sejarah) pada 8 SM, Shanhaijing (Klasika Gunung dan Laut) pada 3 SM, dan Tianwen (Pertanyaan Langit) pada 4 SM.
Sosok Nuwa banyak ditemukan dalam lukisan-lukisan Cina kuno dan patung tembaga. Sosoknya kebanyakan digambarkan sebagai dewi yang memiliki wajah dan tangan seorang manusia, namun berbadan ular atau naga. Dalam buku-buku Cina modern, Nuwa digambarkan sebagai seorang wanita cantik. Selain menciptakan manusia, Nüwa juga dikisahkan mampu memperbaiki langit.
Pada saat langit dan bumi telah tercipta namun belum ada kehidupan manusia, Nuwa hidup seorang diri. Meskipun dapat menikmati keindahan bumi, ia merasa sedih karena kesepian. Suatu hari, ia sedang duduk di pinggir sungai melihat bayangannya dalam pantulan air sungai. Ia pun terpikir untuk menciptakan manusia agar dunia ini dapat terisi oleh hiruk pikuk manusia yang akan menemaninya. Lalu ia mengambil lumpur di pinggir sungai dan membentuknya seperti sebuah boneka yang memiliki kepala, bahu, dada, dan tangan. Ia menciptakan berbagai bentuk manusia agar mudah mengenali ciptaannya. Tinggi, pendek, kurus, gemuk, bermata besar, sipit, dan sebagainya. Lalu ketika Nüwa bernafas, nafasnya memberikan kehidupan bagi manusia yang diciptakannya.
Pada akhirnya Nuwa merasa lelah dan bingung bagaimana bila suatu saat manusia mati dan dirinya tidak ada, tentu saja cepat lambat manusia akan punah. Lalu ia menemukan ide untuk menciptakan manusia lelaki dan perempuan, dan memberitahu seluruh manusia tentang pernikahan agar selalu ada regenerasi manusia. Setelah itu Nuwa pun pergi ke langit lalu duduk di kereta yang ditarik oleh enam ekor naga.
Mitos ini cukup terkenal di antara mitos-mitos Cina lainnya. Tokoh Nuwa sebagai dewi yang menciptakan manusia selalu hadir dalam buku kumpulan legenda Cina terbitan masa kini. Kisah ini memberikan gambaran moral bahwa dalam kehidupan, manusia selalu membutuhkan orang lain, dan alangkah baiknya bila kita dapat berguna pula bagi orang lain dan lingkungan di sekitar kita. Fungsi inilah yang membuat kisah ini memiliki nilai lebih dan tetap dipercaya dan diceritakan secara turun-temurun dalam masyarakat.
Nuwa tidak hanya sebagai tokoh mitologi, namun ia adalah seorang dewi yang dipuja oleh masyarakat Cina. Di provinsi Henan, Hebei, dan Gansu, terdapat kuil yang ramai dikunjungi oleh masyarakat untuk memuja dewi Nüwa.
Kisah Chang’E tak kalah populer bila dibandingkan kisah-kisah tentang dewa lainnya dalam mitologi Cina. Mitos ini ditemukan pada periode awal Zaman Negara-Negara Berperang (Zhanguo Shidai) pada tahun 5 SM. Cerita Chang’E selengkapnya muncul di Huainanzi pada masa awal Dinasti Han. Dikisahkan bahwa Chang’E adalah istri seorang pemanah unggul bernama Yi. Yi memiliki obat abadi dari Xiwangmu, dan Chang’E berhasil mencuri dari suaminya lalu akhirnya menelan obat tersebut. Obat abadi itu mengubah Chang’E menjadi seorang dewi dan ia pun terbang ke bulan. Sejak saat itu Chang’E tinggal di bulan dan masyarakat menyebutnya Dewi Bulan. Versi lain cerita ini mengisahkan sepasang suami istri, yaitu Yi Pemanah Ulung dan Chang’E. Mereka hidup bahagia sebagai dewa dan dewi di ‘Langit’. Suatu hari, Yi memanah sembilan matahari sehingga Dijun (salah satu Dewa Matahari) pun sangat marah hingga mengusir suami istri ini ke bumi.
Semenjak tinggal di bumi, Chang’E merasa kesepian karena merindukan saudaranya sesama dewi. Yi yang sangat menyayangi istrinya pun akhirnya rela pergi menghadap Xiwangmu di Gunung Kunlun untuk meminta obat abadi yang dapat membawa mereka kembali ke Langit. Perjalanan panjang pun dilaluinya dengan melewai gurun yang panas, badai yang hebat, dan mendaki gunung yang sangat tinggi untuk bertemu Xiwangmu. Hingga akhirnya ia sampai di tempat Xiwangmu bersemayam. Ketika Yi menyatakan maksudnya kepada Xiwangmu, ia hanya bisa tertawa pelan dan berkata bahwa para dewa-dewi baru saja memakan buah persik terakhir. Perlu waktu 3000 tahun untuk menunggu buah persik yang akan matang berikutnya. Akhirnya Xiwangmu memberi Yi sebuah ramuan dan berkata, “Ramuan ini akan membawamu dan istrimu kembali ke Langit. Tapi kau harus meminumnya di malam hari yang terang. Jika tidak, kau akan terjebak di suatu tempat di antara langit dan bumi “.
Sesampainya di rumah, Yi segera menyampaikan peringatan dari Xiwangmu mengenai obat tersebut kepada istrinya. Namun Chang’E tak kuasa lagi untuk segera bertemu dengan saudara-saudaranya di ‘langit’. Ia pun berencana akan meminum dua botol sekaligus ramuan tersebut agar lebih dulu sampai di ‘langit’ dan meminta maaf kepada Dijun atas kesalahan suaminya, lalu ia akan pergi ke Gunung Kunlun dan sekali lagi meminta ramuan abadi ini kepada Xiwangmu untuk suaminya agar bisa berkumpul bersamanya di ‘langit’
Saat Yi sedang pergi berburu, Chang’E melaksanakan rencana itu. Ia meminum ramuan abadi itu, lalu tiba-tiba merasa dirinya melayang dan pusing. Ia keluar rumah dan melihat langit sudah gelap namun bukanlah malam yang terang. Tubuhnya terbang ke langit dan ia terjebak di bulan. Di bumi, Yi berteriak memanggil nama istrinya saat melihat tubuh istrinya terbang ke bulan. Yi sangat sedih dan menyesal, tidak tahu harus berbuat apa untuk membawa istrinya kembali karena ramuan miliknya pun telah diminum oleh sang istri.
Oleh karena itu, sekali dalam setahun, para dewa membawa Yi terbang ke bulan untuk bertemu dengan istrinya. Saat itu bulan bersinar sangat terang seakan mencerminkan rasa cinta Yi kepada istrinya.
Saat kisah ini diceritakan dari generasi tua ke generasi yang lebih muda tentunya ada pesan yang ingin disampaikan. Jika tidak ada kelebihan yang bisa diambil dari kisah ini, bisa saja kisah Chang’E ini akan mati sejak ratusan tahun yang lalu. Masyarakat dapat meresapi nilai moral yang terkandung di dalamnya, yaitu pelanggaran terhadap peraturan dapat mengakibatkan hal yang buruk. Setiap keputusan yang diambil akan berdampak pada diri kita masing-masing. Oleh karena itu, sebaiknya kita hati-hati dalam bertindak dan memutuskan sesuatu, terlebih lagi jangan sampai melanggar aturan atau janji yang sudah ditetapkan.
Keberadaan mitos Chang’E ini menjadi lebih dekat di tengah masyarakat yaitu pada saat perayaan Festival Kue Bulan, atau dalam kebudayaan masyarakat Cina dikenal dengan Zhongqiu Jie. Perayaan ini dirayakan pada bulan ke-8 tanggal 15 penanggalan Cina. Pada masa Cina kuno, Zhongqiu Jie, Chunjie (Festival Musim Semi atau Hari Raya Imlek, dan Duanwu Jie (Festival Perahu Naga) merupakan perayaan terbesar dalam budaya masyarakat Cina. Salah satu tradisi dalam setiap perayaan ini adalah kebiasaan makan kue bulan (yue bing) yang berbentuk
bundar dan diibaratkan sebagai bentuk bulan. Kebiasaan ini telah ada sejak zaman dinasti Tang (618-907 M), dan pada masa dinasti Ming (1368-1644) dan dinasti Qing (1644-1911) kebiasaan ini telah meluas hingga seluruh wilayah Cina. Pada perayaan ini, anggota keluarga berkumpul untuk menikmati kue bulan sambil memandang indahnya bulan purnama di halaman rumah. Saat itu biasanya para orang tua akan menceritakan kisah Chang’E kepada anak-anak mereka dan juga berkata bahwa pada Zhongqiu Jie di malam hari, bila memandang bulan purnama yang bersinar terang maka akan terlihat bayangan Chang’E ditemani dengan seekor kelinci.
Referensi:
Yang Lihui, Handbook of Chinese Mythology, (California: ABC-CLIO, 2005), hal. 6.
Irene Dea Collier,Chinese Mythology, (New Jersey: Enslow Publishers, 2001), hal. 17-18.
C.K. Yang, Religion in Chinese Society, (California: Univesity of California Press, 1961), hal. 28.
Komentar
Posting Komentar