2 Tempat persekutuan dengan setan

iblis/setan

Proses ritual yang dikatakan mampu memperkaya para pelakunya, awalnya saya menduga luasnya implikasi fenomena ini terkait dengan berbagai isu-isu sosial dan ekonomi. Tetapi, selama empat bulan di lapangan, tujuan saya berubah. Meskipun masih memperhatikan isu-isu sosial dan ekonomi, tetapi yang lebih penting ternyata pengertian peranan kegiatan ritual ini dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Berikut ini adalah dua tempat persekutuan dengan setan/iblis

Di pemandian wendit
Pemandian Wendit adalah suatu tempat yang terletak di kota Malang. Cerita ritual yang ada di sana mengatakan siapa pun yang melakukan pemujaan di tempat tertentu di dalam lokasi pemandian, akan cepat kaya raya. Namun, tumbalnya yaitu mengorbankan nyawa anak atau orang yang amat disayangi, setiap tahun. Disamping pengorbanan itu, ketika pemuja meninggal dunia, dia menjadi pengikut siluman kera yang berada di Pemandian Wendit.

Tempat ini tidak lebih dari lokasi pemandian, terutama bagi anak SMA. Keramaian biasanya terjadi ketika Idul Fitri. Di tepi pemandian, ada beberapa warung kecil dan laki-laki yang menawarkan perjalanan naik perahu. Di lokasi pemandian terdapat banyak kera, yang juga suka mencopet. Juga ada seorang ibu yang menjual pisang. Mereka hanya berada di pintu gerbang masuk ke dalam taman.

Ningsih "kadung (terlanjur) tergiur dengan limpahan kekayaan" dan mempersiapkan sesaji yang diperlukan. Dipandu oleh Juru Kunci Pemandian Wendit, Ningsih masuk ke dunia persekutuan dengan setan. Sebulan kemudian, pesugihan mulai mengalir. Akan tetapi, setiap tahun, sejak melakukan persekutuan itu, salah seorang anak Ningsih mati akibat kecelakaan tragis, tanpa sebab yang jelas. Kematian ini terus menerus terjadi menimpa ketiga anaknya. Waktu terus berlalu dan terakhir kalinya terjadi di malam Jumat Kliwon. Rumah Ningsih didatangi ratusan kera. Kera itu mulai merusak rumahnya bahkan membakarnya. Kini, kehidupan Ningsih kembali seperti semula, penuh penderitaan. Hartanya habis dan semua anaknya mati.

Peziarahan ke pesarean gunung kawi
Gunung Kawi sangat terkenal sebagai salah satu tempat ritual yang dapat mengabulkan permohonan. Kesohorannya itu membuat banyak sekali pengunjung yang datang, bahkan dari seluruh dunia. Salah satu lokasi yang sangat terkenal di sana adalah Pesarean. Di Pesarean ini ada dua makam tokoh penyebar agama Islam, yang dipercayai memiliki kekuatan penyembuhkan penyakit. Mereka hidup sekitar abad ke-18. Kedua tokoh ini bernama Eyang Djoego dan Raden Mas Imam Soedjono, dipercaya memiliki sifat-sifat luhur dan jiwa kepahlawan. 

Eyang Djoego adalah keturunan Kerajaan Surakarta yang berkuasa pada abad ke-18 dan Imam Soedjono adalah keturunan Kerajaan Yogyakarta yang berkuasa di era yang sama. Dua tokoh ini memiliki wasiat agar jika meninggal, jenazahnya dimakamkan di Gunung Kawi. Jadi, sesudah kemangkatannya, mereka dimakamkan tepat di titik di Gunung Kawi, yang dianggap keramat. Eyang Djoego dan Imam Soedjono dipercaya memiliki wasilah Tuhan. Dengan demikian, setiap permohonan yang diajukan di makamnya sangat mungkin terwujud atau terkabul. Ada tiga permohonan utama yang diajukan peziarah saat mengujungi makam tersebut. Permohonan ini adalah keselamatan, sehat dan sembuh dari penyakit serta banyak rezeki.

Selain pemakaman itu, di Pesarean Gunung Kawi ada lokasi yang juga menarik perhatian, yaitu bangunan Cina, Dewa Ciam Si dan Dewi Kwan Im. Tempat ini dipergunakan bagi mereka yang ingin meramalkan atau menentukan nasib dengan bersembahyang.Kemudian, ada sebuah pohon keberuntungan yang disebutkan pohon Dewa Dam (Dewandaru, dalam Bahasa Jawa). Buah pohon ini dipercaya membawa banyak rezeki. Dan yang terakhir adalah Pemandian Sumber Urip, yang dijadikan tempat mandi.

Dampak globalisasi dan modernisasi, masyarakat Jawa mengalami moneterisasi dan sekarang lebih menujukkan ciri-ciri konsumerisme dan materialisme. Yang merupakan dampak krisis moneter, mencari uang menjadi lebih sulit dan tentu saja menimbulkan perasaan ketidakpastian.

Jadi, apa arti semua ini? Sebagian budaya Jawa, kegiatan mistis turut berubah. Menurut budaya Jawa, lingkungan kegiatan mistis juga bergerak menjadi lebih modern dan dalam keadaan tertentu, perubahan itu mulai muncul dengan banyaknya pelayanan ritual mistis yang dilakukan dengan tujuan menghasilkan uang. 

Saya menduga bahwa kemiskinan, yang diciptakan oleh kesulitan ekonomi dan kekacauan politik, ditambah dengan perhatian terus-menerus terhadap Kejawen dan agama, akan mendatangkan kepopuleran kegiatan ritual ini. Bahkan kondisi ini akan berlangsung lama.

Komentar