Misteri penemuan makhluk putri duyung


Dongeng tentang putri duyung (mermaid) sebagai makhluk setengah manusia (biasanya digambarkan sebagai putri cantik) dan setengah ikan telah dikisahkan sejak ribuan tahun lalu di berbagai penjuru dunia dengan berbagai variasinya. Tak ayal, hal ini sering menimbulkan tanda tanya, apakah putri duyung itu memang benar ada wujudnya, atau pernah ada, atau hanya sekedar mitos belaka. Pertanyaan semacam ini sering menimbulkan rasa penasaran bagi banyak orang hingga berkembanglah banyak cerita atau berita simpang siur yang kontroversial tentang hal ini.

Christopher Columbus dalam pelayarannya yang terkenal “menemukan” benua Amerika melaporkan bahwa ketika berada di perairan Haiti pada tanggal 8 Januari 1493 ia sempat melihat tiga “mermaid” muncul naik ke permukaan laut. Tetapi ia memberikan kesaksiannya bahwa “mermaid” yang disaksikannya itu ternyata wajahnya jauh dari kecantikan seorang putri seperti yang sering didongengkan. Kini orang menduga bahwa apa yang dilihat oleh Columbus itu kemungkinan besar adalah sepupu dugong yakni manatee (Trichechus manatus) atau West Indian manatee yang memang menghuni kawasan itu.

Di masa maraknya perkembangan Darwinisme di dunia Barat di abad 19, banyak kalangan yang menduga kemungkinan adanya temuan-temuan hewan baru atau mungkin monster yang belum pernah dikenal sebelumnya. Rasa penasaran untuk mencari dan menghadirkan putri duyung (mermaid) dalam wujud yang nyata menjadi dambaan banyak orang. Tetapi sejalan dengan itu berkembanglah pula berbagai tipuan dan kepalsuan yang membohongi masyarakat seolah-olah mermaid itu memang nyata, ada wujud fisiknya.

Berita paling heboh tentang keberadaan wujud nyata putri duyung berkembang di pertengahan tahun 1840-an lalu yang populer dikenal sebagai skandal “Feejee Mermaid”. Adalah P.T. Barnum yang mengangkat dan mempopulerkan ditemukannya “Feejee Mermaid” ini. Adapun yang dimaksud dengan “Feejee Mermaid” adalah hewan yang telah dikeringkan yang menampilkan wujud separuh manusia dan separuh ikan. Wajah mermaid yang mirip manusia itu bukannya cantik malah lebih memberikan kesan menyeramkan dan menakutkan. Barnum mendapatkan mermaid itu dari pelaut yang konon asalnya dari Feejee (Fiji). 

Ia melakukan promosi yang gencar dan menyelenggarakan pameran keliling di beberapa kota di Amerika untuk meyakinkan masyarakat bahwa mermaid itu mempunyai wujud yang nyata. Dari kegiatan itu tentu saja ia dapat meraup keuntungan finansial yang besar. Sempat para ilmuwan menantangnya untuk membuktikan keaslian mermaidnya itu. Tetapi Barnum tak kehabisan akal. Ia pun mencari dukungan dari ilmuwan lainnya yang dikenal sebagai Dr. J. Griffin yang disebut sebagai penemunya (ternyata kemudian bahwa Griffin adalah doktor gadungan). 

Pertunjukan dan pameran “Feejee Mermaid” itu berakhir dengan terbongkarnya tipuan besar itu. Ternyata bahwa “Feejee Mermaid” itu sebenarnya terdiri dari tengkorak dan badan monyet (ada yang menyebutkan dari orang utan) yang dipadukan dengan bagian bawahnya dari ikan salmon besar, tetapi teknik penggabungannya begitu cermat hingga sangat sulit melihat sambungannya. Di kemudian hari, museum Barnum itu terbakar dan ikut melenyapkan “Feejee Mermaid” yang pernah tercatat sebagai salah satu hoax (tipuan besar) yang paling heboh yang pernah dikenal di dunia. Sampai lebih seratus tahun sesudahnya orang masih memperbincangkan hoax konyol itu. Di belakang hari, muncul banyak lagi tiruan-tiruan “Feejee Mermaid” dengan berbagai versinya. termasuk yang dipamerkan dalam museum “Ripleys’s Believe It Or Not”.

temuan putri duyung
 Kiri: “Feejee Mermaid” dalam pameran yang menghebohkan di
tahun 1842 (gioclairval.blogspot.com). Kanan: detail tampilan “Feejee
Mermaid” (commons.wikipedia.org).

Mengapa hoax semacam itu masih terus saja terjadi? Bella Galil dari National Institute of Oceanography, Israel, yang banyak menulis tentang mahluk laut yang sering dimitoskan, merujuk pada adanya perasaan yang terpendam jauh dalam diri kita yang kadang mengimajinasikan ditemukannya temuan-temuan makhluk baru yang menghebohkan dari alam sekitar. Ketika daratan sudah habis dijelajahi maka orang berharap hanya dari laut peluang itu masih terbuka, karena masih banyak bagian laut yang belum tereksplorasi dan masih diliputi misteri.

Dalam kenyataannya memang kadang kala dari laut terungkap temuan-temuan spektakuler yang menghebohkan dunia, seperti kasus ditemukannya ikan Coelacanth. Pada tahun 1938 dunia tiba-tiba digemparkan dengan ditemukannya seekor ikan Coelacanth yang hidup di perairan bagian timur Afrika Selatan. Mulanya ikan Coelacanth dipercaya sebagai ikan purba yang hidup sekitar 400 juta tahun lalu. Diperkirakan ikan ini telah punah sekitar 80 juta tahun lalu yang diketahui dari jejak hidupnya yang terekam berupa fossil. Tetapi tiba-tiba seekor Coelacanth hidup ditemukan di abad modern ini, yang tentu saja menghebohkan dunia ilmu pengetahuan. Setelah itu ditemukan lagi beberapa ekor fossil hidup ikan sejenis di sekitar tempat temuan awalnya. Tahun 1998 dunia ilmu pengetahuan sekali lagi digemparkan dengan ditemukannya ikan Coelacanth lainnya di perairan Sulawesi Utara yang terpisah sekitar 10.000 km dari Afrika timur. Jadi banyak yang percaya bahwa laut masih menyimpan misteri yang sewaktu-waktu dapat menghadirkan makhluk atau monster yang di luar dugaan.

penemuan putri duyung
Foto “mermaid” yang konon terdampar di pantai
Chennai, India, oleh hempasan gelombang tsunami Desember 2004,
yang tersebar lewat jaringan email (youtube.com).

Tanggal 26 Desember 2004 terjadi tsunami besar di Samudra Hindia yang meluluh-lantakkan pantai Aceh. Gelombang dahsyat tusnami itu juga merambat dan melanda pantai beberapa negara lainnya seperti Thailand, India, Srilanka. Beberapa saat setelah itu, terbetik berita heboh yang segera mendunia bahwa ada putri duyung alias mermaid yang terdampar oleh hempasan gelombang dahsyat tsunami di pantai Marina Beach, Chennai, pantai timur India. Berita itu menyebutkan bahwa mermaid itu, yang dalam bahasa Tamil setempat disebut “Kadal Kanni”, telah dipreservasi di Egmore Museum di bawah pengamanan ketat. Di era digital sekarang ini berita heboh yang disertai foto mermaid yang terdampar itu segera tersebar mendunia lewat jaringan internet. Tak kurang koran The Sunday Times di Singapura mengangkat berita itu dengan judul: “Mermaid or Man-Made?”. Berita itu segera mengharuskan Professor Peter Ng, Direktur Raffles Museum of Biodiversity Research, Singapura, angkat bicara. Penelitian Peter Ng atas foto yang tersebar luas itu menyimpulkan bahwa “tsunami mermaid” itu tak lain dari tipuan belaka. 

Beberapa alasan yang dikemukakannya antara lain bahwa foto itu menunjukkan sampel yang telah mengering yang mengindikasikan telah ada perlakuan taxidermi (taxidermi adalah teknik pengeringan dan pengawetan hewan dalam bentuk yang menyerupai bentuk aslinya seperti yang lazim ditemui di museum zoologi). Kalau memang benda itu baru terdampar seharusnya wujudnya tidak kering tetapi agak basah dan mulai menunjukkan gejala membusuk. Tulang lengannya tak cocok dengan rongga tempat kedudukannya di bagian dada, hingga dengan konstruksi seperti itu, makhluk itu pasti tak dapat bergerak dan tak dapat hidup dalam air. Kesimpulannya, spesimen dalam foto itu adalah hasil rekayasa menyambungkan tengkorak kepala monyet dan ikan pada bagian bawahnya. Setelah dikonfirmasi ke Chennai, ternyata Museum Egmore itu memang ada disana, tetapi lebih dikenal sebagai Government Museum, dan pejabat museum setempat membantah adanya “tusnami mermaid” yang disimpan di bawah pengawasan ketat di museum itu.

Dr. Terence Sim dari School of Computing NUS (National University of Singapore) juga menganalisis foto heboh itu. Ternyata bahwa foto itu menunjukkan arah bayangan yang ditimbulkan dari ekor tak sama dengan arah bayangan dari anggota lainnya, hingga dapat disimpulkan bahwa ini adalah hasil rekayasa foto semata. Lalu dari mana sumber tipuan besar lewat email ini? Penelusuran lewat Internet Service Provider (ISP) juga tak berhasil mengungkap dari mana asal mula tipuan besar yang konyol ini.

Tetapi heboh putri duyung (mermaid) tak kunjung berakhir. Yang paling hangat belum lama ini adalah tayangan televisi dengan judul “Mermaid: the Body Found” yang disiarkan melalui saluran televisi Animal Planet (27 Mei 2012) dan Discovery Channel (17 Juni 2012) dengan durasi kurang lebih dua jam. Tayangan ini dikemas dengan memadu fakta dan teori ilmiah dan fiksi (science fiction) menjadi suatu rangkaian liputan bergaya dokumenter yang menggambarkan adanya wujud mermaid yang setengah manusia setengah ikan yang hidup dalam laut, dengan judulnya yang sangat provokatif. Dengan merujuk berbagai temuan sejarah di berbagai penjuru dunia dan fakta serta teori ilmiah, film ini berspekulasi tentang adanya makhluk mermaid yang hidup di bagian laut-dalam yang sukar dicapai oleh manusia. Pada awal evolusi hayati manusia bukankah bisa terjadi sempalan evolusi menuju ke terbentuknya mahluk mirip manusia yang kemudian hidup dan beradaptasi sepenuhnya dalam lingkungan perairan laut?

Tayangan “Mermaid: the Body Found” tentu saja menghebohkan. Masyarakat luas mempertanyakan apakah tayangan itu dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Pihak Discovery Channel sendiri menyatakan bahwa film itu adalah “science fiction” tetapi didasarkan pada berbagai bukti yang nyata serta teori-teori ilmiah. Masyarakat dunia banyak yang bingung dengan keterangan ini. Sebagian menyatakan bahwa film itu adalah tayangan yang menyesatkan, tetapi sebagian lainnya masih mempertanyakan, betulkah mermaid ada wujudnya?

Ribuan pertanyaan semacam itu dialamatkan ke NOAA (National Oceanic and Atmospheric Adminstration) sebagai lembaga yang paling berwibawa dalam hal kelautan di Amerika Serikat. Pada akhirnya NOAA pada tanggal 1 Juli 2012 mengeluarkan pernyataan dan klarifikasi bahwa; “... no evidence of aquatic humanoids have ever been found” (tak ada bukti bahwa mahluk air menyerupai manusia yang pernah ditermukan).


Menurut anda percaya atau tidak tentang makhluk putri duyung? 
Ataukah hanya mitos belaka ?
Hanya sang pencipta yang tahu. 


Referensi:
WWF. 1981. Conservation Indonesia, Newsletter of the World Wildlife Fund Indonesia Program. WWF Indonesia, p. 24.
WWF. 2004. Eastern African Marine Ecoregion. Towards a Western Indian Ocean Dugong Conservation Strategy: The Status of Dugongs in the Western Indian Ocean Region and Priority Conservation Actions. Muir, C.Ngusaru, A. Mwakanema, L. Dar es Salam, Tanzania, WWF, 68 p.

Komentar