4 Sebab maraknya perdukunan

Dukun

Dukun atau yang sering juga disebut dengan ‘orang pinter’, adalah suatu profesi yang tidak asing kedengarannya di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya. Walaupun nama atau istilahnya berbeda antar satu daerah dengan yang lainnya, dukun adalah profesi yang sangat popular masyarakat. Keterlibatan mereka dalam kehidupan masyarakat selama ini sangat kuat. Bagi orang yang belum pernah berinteraksi dengan dukun secara langsung, atau minta bantuannya dan memanfaatkan jasanya, umumnya mendengar profesi perdukunan ini dari radio atau dari mulut ke mulut, membaca iklan di majalah, tabloid, koran atau buku-buku, atau pernah melihat sosok di antara dukun yang bertebaran dalam tayangan layar kaca atau televisi.

Keberadaan dukun secara fungsional masih tetap dibutuhkan: Dalam kehidupan sosial di kota Madya Ujung Pandang, fungsi sistem media kedukunan masih tetap dibutuhkan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap dukun tetap berlangsung seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa dukun masih dianggap fungsional sehingga masyarakat tetap memiliki kepercayaan terhadapnya.

Maraknya perdukunan disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
 
1. Lemah iman dan kurangnya pemahaman agama
Lemah iman (kurangnya keyakinan bahwa Allah adalah tempat meminta segala keperluan) adalah faktor utama bagi seseorang untuk mencari alternatif lain untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat merupakan solusi Islami dan tepat untuk menyelesaikan masalah. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153).

2. Membungkus dunia perdukunan dengan agama
“Kami tak melakukan apa-apa, hanya berdoa kepada Allah, dan atas ridhaNyalah doa kami itu terkabul”, tutur seorang paranormal di sebuah media. Ungkapan di atas dan semisalnya adalah ucapan klise yang sering keluar dari mulut paranormal/dukun. Mereka berlindung di balik kata “doa” dan nama “Allah” untuk mengelabui orang dan meyakinkan bahwa kemampuan yang dimilikinya itu adalah pemberian dari Allah dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Untuk membantah syubhat (kerancuan) ini, perhatikanlah firman Allah: “Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan (izzah) Engkau,aku akan menyesatkan mereka semuanya’.”( Shad: 82). Iblis makhluk yang telah nyata kekafirannya kepada Allah (Al-Baqarah: 24) menggunakan sifat Allah (Al-Izzah) dalam bersumpah. Maka bukan suatu hal aneh jika mereka menggunakan nama Allah, membaca (potongan) ayat-ayat Al-Qur’an sebagai mantera.

Penggunaan simbol-simbol agama bukan ukuran kebenaran. Bukankah iblis yang menggunakan sifat Allah ketika bersumpah tidak menjadi pembenaran bahwa ia sesungguhnya tidak sesat dan menyesatkan. Selain itu, mereka mengatakan bahwa ilmu yang diberikan berdasar pada agama (Al-Qur’an). Tapi pada saat yang sama, mereka juga memberikan syarat, azimat dan amalan-amalan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an atau tidak diajarkan oleh Al-Qur’an.

3. Ajaran Sufisme
Ajaran Sufisme mempunyai andil dalam memupuk mistikisme. Lipstik agama yang membungkus ritual sufisme banyak mengelabui umat. Cerita-cerita mistik tentang hal-hal ghaib Allah, malaikat, jin banyak mewarnai ajaran mereka.

4. Animisme, Dinamisme, Sinkretisme
Kepercayaan masyarakat yang suka mistik adalah sisa-sisa pengaruh dari ajaran anismisme, yakni kepercayaan kepada roh-roh yang mendiami semua benda dan dinamisme, yakni kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia- kemudian ajaran Hindu (tentang roh dan dewa-dewi). Termasuk budaya sinkretisme yang mencampuradukkan ajaran berbagai agama untuk mencari penyesuaian.

Komentar