Ubur-ubur merupakan salah satu jenis hewan air yang mematikan yang dapat ditemui hampir di setiap samudera di dunia. Siklus hidup ubur-ubur terdiri dari polip dan medusa. Ubur-ubur melindungi diri dan memakan mangsanya dengan menggunakan racun yang terdapat dalam tubuhnya. Salah satu jenis ubur-ubur penyengat yang menjadi penyebab tersering kematian di Indonesia adalah spesies Physalia utriculus yang dikenal dengan nama Portuguese man-of-war. Physalia utriculus yang berukuran besar banyak ditemukan di Samudra Atlantik dan Laut Caribbean sedangkan Physalia utriculus yang berukuran kecil banyak ditemukan di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Bahaya dibalik keindahan ubur-ubur
Ubur-ubur memiliki nematocyst yang berperan sebagai penyengat. Nematocyst banyak terdapat pada tentakel dan ujung oral. Tiap nematocyst berisi gulungan benang kapiler yang dapat ditembakkan dengan adanya rangsang tertentu. Fungsinya untuk berpegang dan sebagai alat pelindung yang bisa memegang dan melumpuhkan mangsa. Susunan saraf ubur-ubur berupa jala tidak beraturan yang terdapat pada tiap sisi mesoglia dan sebagian besar terletak pada epidermis tentakel dan mulut. System sarafnya mengandung reseptor untuk mendeteksi cahaya, bau, dan stimulus lainnya.
Gejala yang dirasakan korban, yaitu panas, gatal, nyeri hingga timbul seperti bekas luka bakar pada bagian tubuh yang tersengat ubur- ubur. Sembilan puluh lima orang dilaporkan mengalami pingsan, demam tinggi, kejang ataupun sesak nafas setelah terkena sengatn ubur-ubur. Di Amerika Serikat, kematian yang diakibatkan envenomasi racun Physalia Utriculus dilaporkan berjumlah tiga orang. Di Jepang, envenomasi racun Physalia Utriculus terjadi setiap tahun pada musim panas saat jumlah populasi yang pergi untuk berenang di laut meningkat.
Racun Physalia utriculus diketahui dapat menyebabkan pelepasan kalium dari eritrosit dalam lima menit dilanjutkan dengan pecahnya eritrosit dalam dua puluh menit setelah masuknya racun ke dalam pembuluh darah. Racun Physalia utriculus menyebabkan berbagai gejala dari gejala local sampai gejala sistemik. Gejala local berupa lesi pada kulit yang muncul kurang dari lima menit setelah sengatan ubur-ubur. Lesi berupa eritema, pruritus, nyeri, bengkak, dan parastesi. Lesi juga dapat timbul terlambat, muncul beberapa hari setelah sengatan ubur-ubur berupa papul yang gatal. Gejala sistemik dapat muncul ketika terpapar racun ubur-ubur Physalia utriculus dalam dosis besar, berupa nyeri kepala, mual, lakrimasi, nasal discharge, vertigo, dan bisa mengarah ke syok anafilaktik
Sengatan Physalia utriculus pada manusia biasanya cukup parah dan dapat menyebabkan reaksi sistemik. Sengatan biasanya multiple, menyebabkan edema, di area sengatan. Sengatan yang lebih parah bisa menyebabkan terjadinya nekrosis kulit dalam dua puluh empat jam setelah masuknya racun, yang dapat hilang dalam waktu 2 minggu atau menetap. Sengatan Physalia utriculus pada manusia dengan dosis yang lebih besar dapat menyebabkan berbagai gejala sistemik, mulai dari gastrointestinal (nyeri perut, mual, muntah), muscular (spasme dan nyeri), neurologis (nyeri kepala, penurunan kesadaran, kebingungan), dan respirasi (dispnea). Gejala sistemik tidak parah dapat menghilang setelah dilakukan pertolongan pertama atau dapat pula bertahan sampai beberapa jam. Kejadian sengatan ubur-ubur Physalia utriculus yang fatal dapat menyebabkan distress pernafasan.
Pencegahan terhadap sengatan ubur-ubur
1. Menggunakan baju renang yang ketat serta menutupi seluruh badan.
2. Memakai perlengkapan lain seperti sepatu selam (fin) dan helm.
3. Berenang di daerah yang terawasi oleh penjaga pantai, sehingga dia bisa memberi peringatan akan kehadiran ubur-ubur.
4. Mematuhi tanda peringatan (akan keberadaan ubur-ubur).
5. Berenang di dalam jaring pengaman, jika memungkinkan pertolongan pertama terhadap sengatan ubur-ubur.
Penanganan
1. Pindahkan korban ke tempat yang aman.
2. Jaga jalan napas korban dan bila perlu berikan pertolongan untuk membantu pernapasan korban.
3. Dekontaminasi
- Hindari benturan, garukan, atau goresan yang dapat membuka area kulit yang tersengat.
- Jangan gunakan air tawar untuk mencuci daerah yang terefek sebab akan menyebabkan sengatannya mengeluarkan darah.
- Gunakan cuka atau baking soda untuk daerah yang terefek dan hati-hati mengambil tentakel untuk mengeluarkan sengatan tanpa mengeluarkan darah.
- Pada sengatan Chrysora quinquecirrha (Amerika sea nettle), Pelagia noctiluca (little mauve stinger jellyfish) dan Cyanea captillata (hair jellyfish), jangan gunakan cuka karena dapat menimbulkan sensasi terbakar, sebagai pengganti gunakan baking soda.
4. Segera bawa korban ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapat pertolongan medis yang tepat. Pada kasus tersengat jenis ubur-ubur tertentu seperti Box Jellyfish mungkin diperlukan antidote tertentu.
Reaksi sistemik dapat terjadi dan penanganan untuk ini termasuk
menunjang fungsi vital dengan resusitasi kardiopulmonal, oksigen, dan
cairan intravena. Aplikasi bebat yang menimbulkan kontriksi pada
vena-limfatik proksimal dari area luka dapat dipertimbangkan pada kasus
dengan sengatan yang berat ketika terjadi atau akan terjadi reaksi
sistemik, jika deaktivasi tentakel secara topikal tidak memberikan
hasil, dan ketika transportasi untuk mendapatkan antiracun spesifik
untuk sengatan C. fleckeri telah tersedia. Antiracun diambil dari serum
domba dan kemungkinan dapat menyebabkan risiko terjadinya reaksi alergi
pada individu yang sensitif.
Cara yang dipilih adalah
intravena, tetapi antiracun juga dapat diberikan intramuskular. Pada
sengatan yang berat telah dibuktikan dapat menyelamatkan nyawa.
Penanganan ini juga dapat mengurangi intensitas nyeri dan inflamasi pada
tempat sengatan dan menurunkan kemungkinan terjadinya skar. Verapamil
intravena dapat diberikan sebagai pengobatan dan profilaksis aritmia.
Untuk nyeri pada sengatan yang berat, analgesik narkotik parenteral dan
kompres es, begitu juga dengan antiracun harus dipertimbangkan. Reaksi
lokal dapat diobati dengan anestesi topikal salep, krim, losion, atau
spray untuk mengurangi gatal atau nyeri terbakar. Untuk reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, glukokortikoid topikal, antihistamin, dan
glukokortikoid sistemik dapat digunakan jika perlu.
Infeksi sekunder harus diterapi dengan antibiotik parenteral yang
sesuai, dan terapi antitetanus harus dipertimbangkan. Pemberian es atau
kompres dingin dapat mengurangi nyeri sengatan yang ringan sampai
sedang, dan aspirin atau asetaminofen, sendiri atau kombinasi dengan
kodein, dapat digunakan untuk nyeri yang menetap.
Referensi:
Chung, Ratnapala, Cooke, dan Yanagihara. 2001. Partial Purification and Characterization Of A Hemolysin (CAH1) From Hawaiian Box Jellyfish (Carybdea alata) Venom. Toxicon, 39 : 981-990.
King, Rachel. 2003. The Portuguese man-of-War (Physalia physalis). South Carolina Departement of Natural Resources.
Gopalakrishnakone P (eds.), 1990, A colour guide to dangerous animals , Singapore University Press, Singapura, 87-97.
Referensi:
Chung, Ratnapala, Cooke, dan Yanagihara. 2001. Partial Purification and Characterization Of A Hemolysin (CAH1) From Hawaiian Box Jellyfish (Carybdea alata) Venom. Toxicon, 39 : 981-990.
King, Rachel. 2003. The Portuguese man-of-War (Physalia physalis). South Carolina Departement of Natural Resources.
Gopalakrishnakone P (eds.), 1990, A colour guide to dangerous animals , Singapore University Press, Singapura, 87-97.
Komentar
Posting Komentar