Era globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia. Salah satu tanda berkembangnya ilmu pengetahuan di Indonesia adalah banyak masyarakat yang mampu mencapai tingkat pendidikan yang semakin baik. Sejalan dengan pendidikan yang semakin baik dan didukung teknologi yang semakin baik pula, maka pemikiran masyarakat menjadi lebih rasional dalam bertindak. Hal ini terlihat dari masyarakat yang lebih berfikir logis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, seperti masyarakat yang lebih memilih percaya dengan dokter daripada datang pada dukun yang dahulu sering dipercaya mengobati penyakit. Budaya masyarakat akan semakin berkembang dengan adanya pemikiran masyarakat yang rasional, hal ini memperlihatkan bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak statis tetapi selalu berubah-ubah.
Sekarang era modern masih seringkali ditemukan mitos-mitos yang masih hidup dan berkembang di masyarakat. Mitos tersebut sering dijumpai pada suatu daerah tertentu. Karena banyaknya unsur lapisan masyarakat yang masih mempercayai adanya suatu mitos, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu perbedaan pandangan dan kepercayaan terhadap mitos yang mereka percayai. Perbedaan itu mungkin terletak pada jalan cerita mitos atau pun kekuatan mistik yang ada pada mitos tersebut.
Terkait dengan mitos, bahwa masih banyak yang hidup dan berkembang di Kabupaten Kudus, antara lain mitos tentang air tiga rasa di lingkungan makam Sunan Muria. Sejak dahulu Kabupaten Kudus terkenal dengan dua Sunan Walisongo, yaitu Sunan Muria dan Sunan Kudus. Banyak peziarah yang datang tidak hanya dari Kudus saja, tetapi banyak berasal dari berbagai kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Sebagian lagi dari Palembang dan Kalimantan.
Mitos air tiga rasa di lingkungan makam Sunan Muria merupakan salah satu kebudayaan yang masih dipertahankan sampai sekarang. Walaupun sudah bertahun-tahun dan dari generasi ke generasi, kepercayaan terhadap khasiat air tiga rasa masih tetap hidup dan berkembang di masyarakat secara turun-menurun. Kebiasaan masyarakat secara turun temurun yang mempercayai bahwa air tiga rasa dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, serta kepercayaan bahwa air tiga rasa dapat sebagai penglaris inilah yang sampai sekarang diikuti oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat masih tetap mempercayai mitos air tiga rasa di lingkungan makam Sunan Muria sampai sekarang.
Air tiga rasa tersebut memiliki rasa khas dan boleh dibilang ajaib, karena ketiga air memiliki rasa seperti minuman sprite dengan ketajaman rasa satu sama lain berbeda.
Sumber air tiga rasa mempunyai tiga jenis air yang berbeda.
Masyarakat mempercayai mitos bahwa ketiga jenis air ini mempunyai
khasiat yang berbeda jika diminum. Khasiat yang berbeda, yaitu sebagai
berikut:
a. Sumber air pertama
Sumber air pertama terletak disebelah kanan dan mempunyai rasa tawar-tawar masam (Jawa: anyep-anyep asem/kecut) yang berkhasiat dapat mengobati berbagai penyakit.
b. Sumber air kedua
Sumber air kedua terletak di tengah, mempunyai rasa yang mirip dengan minuman ringan bersoda seperti “sprite” yang berkhasiat dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup.
c. Sumber air ketiga
Sumber air ketiga terletak di sebelah kiri, mempunyai rasa mirip minuman keras “tuak atau arak” yang berkhasiat dapat memperlancar rezeki jika bekerja keras untuk mendapatkannya.
Apabila ketiga jenis air tersebut dicampur menjadi satu, rasanya akan menjadi air tawar.
Sumber air tiga rasa yang terdapat di lingkungan Sunan Muria merupakan salah satu yang kerap dikunjungi selain makam Sunan Muria. Mitos air tiga rasa dulunya hanya berkembang di masyarakat Desa Japan, namun sekarang mitos tersebut berkembang pada masyarakat di luar Desa Japan bahkan sampai di luar Kabupaten Kudus. Mitos pada sumber air tiga rasa ini diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi oleh masyarakat pendukungnya. Meskipun mitos ini diturunkan secara lisan selama bertahun-tahun, namun mitos tersebut tidak hilang dan masih dipercaya hingga sekarang oleh masyarakat Desa Japan dan sekitarnya.
Mitos air tiga rasa di lingkungan Sunan Muria ini perlu mendapat perhatian. Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin modern, ternyata tidak menghilangkan mitos yang berkembang pada masyarakat Desa Japan dan sekitarnya. Masyarakat masih percaya akan keberadaan mitos tersebut, hal ini terbukti dengan banyaknya pengunjung air tiga rasa untuk mengambil air tersebut hingga sekarang.
Masyarakat Desa Japan mempercayai adanya mitos yang berkembang bahwa air tiga rasa memberikan banyak khasiat bagi orang yang meminum air tersebut. Saat ini bukan hanya masyarakat Desa Japan saja yang datang ke air tiga rasa untuk mengambil air, namun juga banyak masyarakat dari daerah lain yang datang mengunjungi tempat tersebut. Masyarakat yang datang dari daerah lain seperti: Pati, Demak, Jepara dan Rembang. Masyarakat tersebut datang dan mengambil air tiga rasa karena mereka percaya akan mitos tersebut atau hanya sekedar coba-coba akan kebenaran mitos yang ada. Masyarakat yang datang ke sumber air tiga rasa memiliki pandangan yang berbeda tentang keberadaan mitos air tiga rasa.
Masyarakat yang mengunjungi air tiga rasa sangat beragam baik dilihat dari segi usia, jenis kelamin, pekerjaan maupun pendidikan. Masyarakat yang beragam tersebut mempunyai pola pikir yang tidak sama sehingga menimbulkan pandangan yang berbeda-beda terhadap mitos air tiga rasa.
Sumber air tiga rasa ini memiliki mata air yang tidak pernah kering, selalu penuh dari dulu sampai sekarang. Sumber air ini sering disebut “belik”. Di dalam “belik” tersebut dipasang pralon yang bertujuan untuk menyalurkan air ke kamar mandi di bawahnya. Kamar mandi tersebut biasa digunakan untuk mandi bagi anak-anak kecil yang belum bisa jalan saat usianya baru menginjak satu tahun atau yang mempercayai adanya kekuatan tersendiri setelah mandi dengan sumber air tiga rasa tersebut.
Sejarah mitos air tiga rasa
Sumber air tiga rasa berada di desa Japan, mengenai bagaimana awal terbentuknya atau diketemukannya sumber air tiga rasa tersebut. Menurut informasi sejarah, bahwa Syeh Hasan Shadily datang ke gunung muria untuk menuntut ilmu pada Raden Oemar Said Sunan Muria. Kemudian syeh Hasan Shadily dianjurkan untuk pergi ke sebelah utara lereng Muria, tepatnya di daerah rejenu. Syeh Shadily yang merupakan ulama menarik minat banyak santri untuk berguru, jumlah santri pun semakin bertambah. Inilah yang mendorong sang ulama berinisiatif membangun mushola, dan mencari tempat wudhu yang dekat. Kemudian Syeh Hasan Shadily menancapkan kayu pada tanah sekitar mushola, ternyata keluar sumber air yang sekarang disebut air tiga rasa.
Kisah terbentuknya sumber air tiga rasa memang tidak bisa dipisahkan dengan Syeh Hasan Shadily. Syeh Hasan Shadily merupakan murid Sunan Muria yang menyebarkan ajaran agama Islam di Desa Japan tepatnya di tengah-tengah hutan. Cukup bagus perkembangan ajaran agama Islam oleh Syeh Hasan Shadily pada saat itu, sehingga dibutuhkan tempat yang cukup untuk sholat. Dibentuklah mushola kecil di atas bukit, untuk itu pula dibutuhkan tempat wudhu. Syeh Hasan Shadily berupaya mencarikan sumber air yang dekat dengan mushola, tepat dibawah mushola bagian kiri ditemukan sumber air setelah tanahnya ditusuk-tusuk dengan kayu oleh Syeh Hasan sendiri. Sehingga tempat wudhu santri terdapat 3 sumber mata air.
Semenjak ditemukan makam Syeh Hasan Shadily itu, maka sumber air tiga rasa yang dahulu merupakan tempat wudhu syeh Hasan Sadily mulai dikenal masyarakat. Sumber air tiga rasa berada tepat di bawah makam Syeh Hasan Shadily. Saat itu hanya kalangan masyarakat Japan sendiri yang mengetahui keberadaan sumber air tersebut, dan tempat sumber air tiga rasa tersebut belum bersih seperti sekarang. Jalan menuju tempat sumber air tiga rasa pada saat itu juga masih melalui jalan-jalan setapak di antara hutan-hutan yang lebat. Sehingga hanya sebagian masyarakat yang mempunyai stamina yang cukup baik yang berani datang ke sumber air tiga rasa. Warung-warung juga belum ada yang mendirikan, sehingga masih sedikit masyarakat yang datang ke sumber air tiga rasa.
Nama sumber air tiga rasa sendiri merupakan pemberian dari masyarakat. Sumber air tiga rasa merupakan sebutan yang diberikan orang-orang yang datang dikarenakan rasa yang berbeda dari ketiga sumber mata air.
Sumber air tiga rasa telah dibuka secara resmi pada tahun 2000. Sekarang telah dibangun jalan yang dilapisi beton bagi yang memakai motor. Hanya saja perlu hati-hati ketika mengendarai motor, sebab jalannya licin dan curam. Tetapi untuk mencapai sumber air tiga rasa tersebut juga terdapat jalan setapak yang hanya bisa dilalui dengan jalan kaki melalui atas air terjun montel. Telah dibuat juga yayasan yang mengelola makam syeh Hasan Shadily dan air tiga rasa yang bekerja sama dengan pemilik hutan dan pemerintahan Desa Japan setempat. Dengan fasilitas tersebut maka pengunjung akan lebih mudah untuk mengambil sumber air tiga rasa. Kepercayaan masyarakat terhadap mitos air tiga rasa juga semakin bertambah melalui mulut ke mulut sehingga menyebar luas di masyarakat.
Pengunjung air tiga rasa biasanya sangat ramai pada hari-hari tertentu, yaitu pada hari Kamis malam Jumat yang pengunjungnya adalah rombongan-rombongan bapak-bapak dan ibu-ibu yang kadang sampai nginap di mushola serta hari minggu yang kebanyakan anak-anak muda atau keluarga sebagai wisata alam dan mencoba merasakan langsung sumber air tiga rasa tersebut. Adanya sumber air tiga rasa juga menimbulkan banyak pengaruh terhadap masyarakat desa Japan dan sekitarnya.
Air sumber tiga rasa ini memang asli dari sumber mata air, pengunjung yang datang ke air tiga rasa langsung meminumnya dengan menggunakan gelas-gelas yang telah disediakan oleh pengurus. Tidak ada rasa khawatir dari para pengunjung terhadap kesehatan mereka, walaupun minum air tanpa dimasak lebih dahulu.
Dilihat dari informasi sejarah, masyarakat masih percaya mitos air tiga rasa sampai sekarang karena air tiga rasa yang merupakan tempat wudhu Syeh Hasan Shadily dan para santri-santrinya dan air tersebut digunakan sebagai obat untuk santri-santrinya yang sakit sehingga air tiga rasa dipercaya berkhasiat sebagai obat sampai sekarang.
Referensi:
Amin, Darori. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
Danang. 2010. Wisata Ziarah, Peninggalan Sejarah lokal, dan Penyusunan Buku Panduan Wisata Kabupaten Kudus.
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zulfahnur, Zf. Dkk. 1997. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Danang. 2010. Wisata Ziarah, Peninggalan Sejarah lokal, dan Penyusunan Buku Panduan Wisata Kabupaten Kudus.
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zulfahnur, Zf. Dkk. 1997. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Komentar
Posting Komentar