Sejarah letusan krakatau
Krakatau atau Krakatoa adalah gunung, sekaligus kepulauan vulkanik aktif. Kawasan cagar alam di Selat Sunda. Jaman sekarang mestinya masuknya ke Propinsi Lampunglah, berbatasan dengan Propinsi Banten. Gunung Krakatau adalah sebuah gunung api di perairan Selat Sunda yang menyebabkan bencana besar bagi dunia. Pada tanggal 26 Agustus 1883, Gunung Krakatau meletus dan memicu tsunami beserta hembusan awan panas sehingga menewaskan ribuan penduduk Hindia-Belanda. Suara letusannya terdengar hingga di negara Australia dan disebut sebagai suara yang sangat berisik karena terus terjadi selama kurun waktu 40 jam.
Berdasarkan letusannya tersebut, Gunung Krakatau dimasukkan ke dalam tipe Pelee (Pelean Type) dengan ciri-ciri erupsi berupa eksplosif dengan daya letusan yang sangat besar karena konsentrat magma kental, tekanan gas tinggi, dan dapur magma yang dalam. Ciri khas erupsi tipe Pelee adalah pembentukan awan pijar (nuee ardene).
Di dalam daftar Volcanic Explosivity Index (VEI), letusan Gunung Krakatau berada di skala 6 dari 8 yang berarti leutasannya tergolong dahsyat dengan materi vulkanik yang terlempar lebih dari 10 km2. Menurut erupsi ini akan terulang kembali dalam periode lebih dari 100 tahun.
Saat ini telah tumbuh gunung baru di lokasi bekas Gunung Krakatau (pulau Rakata). Gunung yang baru tersebut diberi nama Gunung Anak Krakatau karena lokasinya yang berada di kaldera bekas Gunung Krakatau dan ukurannya yang masih lebih kecil. Gunung Anak Krakatau ini setiap hari tumbuh semakin besar, dengan rincian bertambah tinggi 6 m per tahun dan bertambah lebar 12m per tahun.
Dentum letusannya terdengar sampai Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika (hampir 4700km jaraknya dari Krakatau). Daya ledaknya, setara 30 ribu kali bom Hiroshima. Letusan itu mengubah iklim global. Dunia gelap dua setengah hari, dan redup sampai setahun, akibat debunya menutup atmosfer. Getarannya sampai eropa. Hamparan debunya sampai ngambang di langit Norwegia dan di atas kota New York juga.
Estimasi ahli, dari letusan sebelumnya, 3/4 bagian atas Krakatau terus bucat ke angkasa (yang menjulang sampai 2000 meter dpl, dan keliling pantainya mencapai 11 km). Akibat letusan, terbentuk kaldera atau kawah besar di selat Sunda. Tengahnya terus ambles menyatu dengan laut, sementara tepi-tepinya, memunculkan pulau-pulau, yaitu: Pulau Rakata, Pulau Panjang (atau Rakata Kecil?), dan Pulau Sertung. letusan krakatau terkait dengan abad kegelapan di muka bumi, hawa dingin kelas berat, yang terus antara lain jadi pencetus penyakit sampar bubonic yang signifikan mengurangi jumlah penduduk bumi.
Senin 27 Agustus 1883, itu puncaknya. Empat letusan besar terjadi pada pukul 05.30, 06.44, 10.02, dan 10:41 waktu setempat. Yang pertama 5.30 itu, munculnya dari Perboewatan, memicu longsoran penyebab tsunami yang mengarah ke Teluk Betung (Oosthaven). Yang 06.44, asalnya dari Danan. Longsor laut lagi, tsunami lagi mengarah ke timur dan barat. Jeger! Letusan yang 10.02 begitu keras, terdengar sampai ke Perth di Australia Barat. Dan Rodrigues di Mauritius (4,800 km jauhnya dari gunung).
Penduduk di sana mengira letusan itu suara tembakan meriam kapal. Semua letusan disertai longsoran di dalam laut yang memicu tsunami yang meninggi mencapai 30 meter di beberapa tempat. Wilayah-wilayah di sekitar selat Sunda mulai geger, di pesisir Jawa dan Sumatra, terpapar oleh aliran piroklastik gunung berapi. Awan panas. Pada pukul 10.41, tanah longsor yang meruntuhkan setengah bagian Rakata memicu terjadinya letusan akhir. Gelombang tekanan yang dihasilkan oleh letusan kolosal keempat dan terakhir terpancar keluar dari Krakatau lebih cepat dari pesawat jet antar benua, 1,086 km/h (675 mph). Sebagai perbandingan: kalau kecepatan angin 45 km/h saja, itu jembatan Suramadu sudah harus ditutup, karena kecepatan segitu sudah mampu untuk menerbangkan sepeda motor.
Letusan tersebut begitu kuat sehingga memecahkan gendang telinga para pelaut yang sedang berlayar di Selat Sunda. Kejadian dahsyatnya: 27 Agustus 1883, hari senin, sekitar 10.02-10.41 waktu setempat itu. Sejak itu, sampai sekarang tidak ada lagi peristiwa vulkanik yang lebih dahsyat lagi. Suara letusannya, diestimasikan terdengar oleh 1/8 penduduk bumi. Krakatau melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik 18 kilometer kubik. Debu nyembur setinggi 80 km. Tanah dan bebatun mengangkasa, jatuh di Jawa, Sumatera, bahkan sampai Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Perbuwatan, dan sebagian Rakata. Bawah laut longsor, menimbulkan Tsunami 40 meter, menyapu desa dan kota sepanjang pesisir. Korban tewas 36 ribu lebih, dari 295 kampung kawasan pantai, mulai dari Merak, Cilegon, sampai Cilamaya (Karawang). Pantai Banten hingga Tanjung Layar (Pulau Panaitan, Ujung Kulon), dan Sumatera Bagian selatan hancur abis. Air bah di ujung kulon merangsek sampai 15 km ke daratan. Beberapa hari besoknya.. seluruh Lampung, Banten, Jakarta, dan sekitarnya.. tidak bisa melihat matahari bersinar. Rambatan tsunaminya konon sampai Hawaii dan pantai barat Amerika Tengah, serta semenanjung Arab yang jauhnya 7000-an kilometer.
Dalam salah satu artikel dari kantor berita Antara, suasana letusan itu tergambar sebagai berikut ini. Krakatau tak sekadar meletus, melainkan meledakkan diri hingga hancur berkeping. Puncaknya Senin, 27 Agustus 1883, pukul 10.20. Kekuatannya 150 megaton TNT, lebih 10.000 kali bom Hiroshima dan Nagasaki, melenyapkan pulau dan memicu dua tsunami, setinggi 40 meter, menewaskan 36 ribu lebih. Itu versi resmi. Ada yang bilang kekuatannya 200 megaton TNT, atau empat 4x lebih kuat dari Tsar Bomba (senjata termonuklir paling kuat yang pernah diledakkan). Gelombang tekanan terpancar dan tercatat oleh semua barograf dunia, terus hingga 5 hari setelah letusan. Semua barografis sepakat, bahwa gelombang kejut dari letusan terakhir bergema ke seluruh dunia sebanyak 7 kali.
Dampak mengerikan
Dampak yang ditimbulkan bukan hanya tsunami saja, abu dari letusan tersebut sampai di daratan Eropa. Abu letusan Gunung Krakatau yang menyelimuti atmosfer menyebabkan berkurangnya intensitas sinar dan cahaya matahari yang jatuh ke permukaan bumi. Kondisi ini bertahan hingga hampir satu tahun lamanya. Efek jangka panjangnya adalah turunnya suhu udara secara global hingga abad ke-20.
Wikipedia mencatat juga: Tengah hari 27 Agustus 1883, hujan abu panas menyiram Ketimbang (masa kini desa Banding, Rajabasa, Lampung, 40km utara Krakatau). Ada 1.000 orang tewas akibat hujan abu ini. Kombinasi aliran piroklastik (hawa panas), abu vulkanik, tsunami beneran masif memakan korban. Dari 3000 penduduk pulau Sebesi (13 km dari Krakatau) tidak satupun selamat. Di Afrika Selatan pun jauh di belahan bumi sebelah sana, ada kapal yang melaporkan terhempas tsunami. Mayat korban terapung-apung terus berbulan-bulan pasca kejadian. Kota Merak, Banten rata dengan tanah.
Di beberapa tempat, tsunaminya menerjang hingga 40km ke daratan. Pulau-pulau di sekeliling Krakatau, hampir seluruhnya menghilang. Kecuali tiga pulau di selatan. Gunung api kerucut Rakata terpisah sepanjang tebing vertikal, menyisakan kaldera sedalam 250-meter. Dari dua pulau di utara, hanya pulau berbatu bernama Bootsmansrots yang tersisa, Poolsche Hoed juga menghilang total. Suhu bumi, baru balik normal lagi kurang lebih selepas 1888. Pola cuaca jadi kacau sampai bertahun-tahun.
Sejumlah laporan menyebut korban langsung bahkan 120 ribu lebih. Itu tentunya belum dihitung korban-korban tidak langsung. Yang terus meninggal gara-gara kecelakaan atau penyakit. Kerangka-kerangka manusia ditemukan mengambang di Samudera Hindia, hingga pantai timur Afrika, sampai satu tahun setelah letusan. Suara ledakan dan gemuruhnya terdengar sampai 4.600 km, sepanjang Samudera Hindia, dari Pulau Rodriguez dan Sri Lanka, hingga ke Australia di timur. Termasuk suara letusan paling keras yang pernah terekam sejarah di muka bumi. Siapapun dalam radius 10 kilometer niscaya tuli. Ketinggian kabut asap membubung sampai 80 km. Abu vulkaniknya yang muncrat ke angkasa, membuat Bulan berwarna biru.
Letusan mulai berkurang setelah itu, dan pada pagi 28 Agustus, Krakatau terdiam. Letusan kecil, sebagian besarnya mengeluarkan lumpur, tetap berlanjut hingga Oktober 1883. Aktivitas seismiknya menurut Wikipedia berlangsung terus sampai Februari 1884. Namun sejak letusan besar itu, peta sekitar Selat Sunda berubah total.
Peta kependudukan mestinya juga amat terdampak, dan berubah total di sekitar Jawa- Bagian-Barat, dan Sumatra-Bagian-Selatan. Dari catatan-catatan letusan terakhir, tidak ada dikabarkan bahwa di kepulauan Krakatau itu semula ada kota atau desa-desa pemukiman penduduk. Namun, bisa jadi kepulauan yang lumayan besar sebelum meledak itu, tidak totally tanpa penduduk. Orang-orang pelarian dari masa Pakuan-Pajajaran, jangan-jangan masih ada yang di sana. Atau siapalah orang terdampar, atau yang butuh menyepi. Cuma dipastikan setelah letusan, jangankan manusia, rumput teki saja sebiji, tidak ada yang bisa bertahan hidup.
Krakatau telah mengubah iklam di dunia. Seluruh dunia sempat gelap dua setengah hari akibat debu vulkanisnya. Orang-orang di Jawa-Bagian-Barat dan Sumatera-Bagian-Selatan, tidak melihat matahari sampai beberapa hari. Dan terus matahari sinarnya redup setahun lebih, dimana-mana, sampai ke New York, Norwegia.. kayak gitu yang banyak ditulis di catatan orang.
Kota dan desa yang hancur 165, dan 132 rusak berat. Para korban yang tercatat, umumnya berasal dari 295 daerah, mulari dari Merak, Cilegon, hingga Cilamaya (Karawang), Tanjung Layar (di Pulau Panaitan, Ujung Kulon), serta Sumatera Bagian Selatan. Di pantai timur Afrika, sempat ada laporan didokumentasikan yaitu kerangka manusia mengambang di laut. Di atas batu apung vulkanik yang asalnya dari letusan Krakatau, yang munculnya setahun setelah letusan.
Tahun 1927, yaitu kurang lebih 40 tahun setelah bencana dahsyat, peta selat Sunda berubah lagi. Anak Krakatau mulai muncul. Letaknya pas di kaldera purba yang masih aktif. Kecepatan tumbuhnya nambah tinggi sekitar satu meter per dua bulan. Setiap tahun, nambah 6 meter tingginya, dan nambah lebar.. 12 meter. Maka dalam 25 tahun, tinggi Anak Krakatau (atau Anak Rakata lebih tepatnya?) jadi 190 meter lebih tinggi. Sekarang ini.. kira-kira tingginya 230-250 meteran dpl. Sementara, Krakatau versi sebelum 1883, sempat menjulang 813 meter dpl.
Anak Krakatau itu sering dikabarkan meletus. Tapi, letusan-letusannya relatif kecil. Hanya saat-saat tertentu kawasan Krakatau ditutup untuk umum. Untuk gampangnya, sekarang disebut sebagai Gunung Krakatau juga. Abis tempatnya emang di situ-situ juga. Walaupun secara ilmiah dihitung gunung baru. Sebagai gunung yang amat aktif, dan punya sejarah letusan super, maka Anak Krakatau ini sejak puluhan tahun lalu merupakan salah satu gunung yang paling dipantau oleh satelit NASA Earth-Observing-1 (EO-1), yaitu persisnya 1 dari 100 gunung berapi yang dipantau.
Sumber Referensi:
ilmuiman.net
Film Dokumenter Krakatoa The Last Day (produksi BBC).
Komentar
Posting Komentar