Pendapat para ahli dan karakteristik bahan bangunan

bahan bangunan
Perkembangan teknologi menyebabkan adanya perkembangan kualitas bahan bangunan, baik dari segi corak, warna, tekstur, kekuatan, keamanan, dan ukuran. Hal ini mempengaruhi penampilan bangunan, baik dari segi fisik, melalui indera penglihatan, maupun dari suasana, melalui rasa atau jiwa. Selain itu, dengan kemajuan teknologi, bahan bangunan semakin mudah didapat, mudah dalam mengerjakan, mudah dalam perawatan serta harga yang relatif lebih murah.

Dahulu banyak dipergunakan penutup atap dari genteng dengan bahan dasar tanah liat. Pembuatannya melalui proses pembakaran dengan temperatur rendah, sehingga genteng tersebut sangat ringan dan mudah pecah, dan sudut kemiringan pemasangannya pun sangat terbatas. Sekitar lima belas tahun terakhir ini, ada kecenderungan penggunaan bahan dasar beton atau tanah liat dengan pembakaran yang menggunakan temperatur tinggi. Hasilnya memang lebih berat, tetapi lebih awet dalam pemakaian. Demikian juga dengan kontruksi atap, saat ini banyak dipergunakan rangka atap besi, galvanis dan sejenisnya. Rangka atap kayu sudah jarang digunakan karena lebih mudah terbakar dan rawan terhadap serangan rayap.

Untuk penutup lantai, pada umumnya menggunakan bahan keramik, tetapi ada juga yang menggunakan marmer atau sejenis granit untuk bagian-bagian tertentu ruang di dalam rumahnya. Bahan kayu masih banyak digunakan untuk kusen, daun jendela, dan daun pintu, tetapi untuk bangunan-bangunan dengan gaya minimalis sudah mulai beralih ke bahan alumunium sebagai kusen. Alasan penggunaan aluminium adalah karena lebih awet, bebas rayap, dan mudah perawatannya.

Pada dasarnya, hampir semua bahan bangunan yang biasa dipergunakan, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun, dengan perkembangan teknologi, kelemahan-kelemahan yang ada dapat diminimalisir, dan kelebihannya dapat lebih dikembangkan, sehingga kualitasnya menjadi lebih tinggi.

Namun, hingga kini, teknologi maju belum banyak menjawab beberapa tuntutan terhadap bahan bangunan yang sebenarnya sangat tepat untuk bangunan di daerah beriklim tropis lembab dan ramah terhadap kondisi iklim tersebut, misalnya pengelolaan bangunan dari bambu, seperti “gedeg” (dalam bahasa Jawa), batu alam berpori, dan sejenisnya. Dengan teknologi tinggi, semestinya bahan bangunan ini dapat diolah untuk menjadi bahan bangunan yang lebih berkualitas, baik dari sisi keawetannya maupun keamanannya. Tentunya dengan harga yang dapat terjangkau oleh semua kalangan.

Pendapat beberapa pakar mengenai bahan bangunan

Vitruvius
Vitruvius adalah seorang arsitek dari Romawi yang karya-karyanya mencapai puncaknya pada sekitar abad ke-16. Dua dari tiga teori yang sangat dikenal oleh hampir semua arsitek dunia, yaitu Firmitas yang berkaitan  dengan  kestabilan  struktur bangunan. Faktor - faktor yang melandasi kekokohan struktur bangunan adalah pemilihan material, cara penggunaan material, dan metode pembangunan.

Prinsip yang ketiga, yaitu Venustas berkaitan dengan daya tarik bangunan. Penampilan yang menarik, tekstur, dan pola material didukung oleh struktur bangunan yang kuat, sebenarnya telah memenuhi fungsi bangunan yang diinginkan, sehingga penampilan bangunan secara keseluruhan akan menimbulkan daya tarik visual bagi pengamat.

Y.B. Mangunwijaya
Romo Mangunwijaya adalah seorang arsitek dan budayawan dari Indonesia. Beliau mengatakan bahwa di dalam karya arsitektur diperlukan adanya kejujuran. Masing-masing bahan memiliki kelebihan dan kekurangan. Karena itu, sebelum menggunakan kita dapat mempertimbangkan penggunaan bahan tertentu untuk bagian bangunan tertentu pula karena ada bagian tertentu yang bisa ditonjolkan tetapi ada pula bagian yang perlu disembunyikan. Pertimbangan mengenai kekuatan bahan juga mendasari pemilihan bahan tertentu, sehingga dapat tepat mendukung struktur bangunan yang diinginkan.

Buckminster Fuller
Buckminster Fuller banyak menggunakan baja pada bangunannya. Ia menekankan efisiensi bahan, berkaitan dengan bahan bangunan dan struktur, yaitu penggunaan bahan yang efisien akan mendapatkan hasil yang optimum.

Karakteristik Bahan Bangunan

1. Bambu dan Buluh
Bambu dan buluh mudah dijumpai di semua daerah yang beriklim tropis lembab, terutama di Asia Tenggara dan pulau-pulau di lautan Hindia dan Pasifik, tergantung pada kondisi lingkungannya, dari ketinggian permukaan laut sampai 3500 m. Secara umum, sifatnya ringan, lentur, daya tahan sedang, cocok untuk tanah yang bergerak (daerah gempa). Bambu digunakan sebagai bahan bangunan untuk rumah tinggal dan bangunan umum di daerah pedesaan atau perkampungan dengan metode tradisional. Sifat penggunaannya mudah dikerjakan dan diperbaiki dengan ruang lingkup penggunaan yang luas dan murah. Bahan ini juga cocok dipergunakan untuk daerah gempa karena perbandingan berat dan ketahanan yang menguntungkan.

Jenis bambu yang ada di Indonesia, antara lain: bambu wuluh, bambu petung, bambu tali, bambu adang, bambu duri dan lain-lain. Dari berbagai jenis bambu di atas, bambu adang merupakan jenis bambu yang paling tidak tahan lama dibandingkan dengan jenis yang lain.

Garis tengah batang bambu berkisar antara 1-30 cm. Batang bambu raksasa digunakan untuk konstruksi pemikul beban atau tiang penyangga. Kulit bambu dan bilah-bilah bambu yang sudah dijalin menjadi “gedeg” umum dipergunakan untuk dinding, penutup lantai, atau plafon. Banyak juga yang dijadikan tembikar atau alas tempat duduk di lantai atau “amben”. Rangkaian bilah-bilah bambu juga bisa difungsikan sebagai sunscreen atau kerai peneduh dari  sinar matahari maupun tampias hujan.

Bahan–bahan ini sudah dikembangkan menjadi bahan struktur dengan teknologi tinggi. Bahan ini juga bisa dipergunakan sebagai substitusi (bahan pengganti) baja (optimum 3–4 % dari garis tengah: 4-5 kali lebih tahan dibebani).

Permukaan bambu sangat tahan terhadap air. Sistem pengudaraan bambu baik, sedikit menyerap panas, pemantulan sama dengan rumput, yakni 20%. Kerapatan bambu sekitar 650 kg/m3, sedangkan untuk buluh sekitar 130–180 kg/m3. Kelemahan dari bambu hampir sama dengan rumput yakni mudah terbakar, tidak tahan lama, dan dapat menjadi tempat bersarangnya serangga dan binatang kecil serta jamur.

Umur bambu bisa diperpanjang dengan cara mengerinkan batang yang baru dipotong dan diletakkan berdiri pada tempat yang teduh; melepaskan kadar gula dan tepung dengan merendamnya dalam air tenang; merendam batang hijau dalam larutan bambu hijau; mengisi bahan lautan ke dalam batang bambu hijau; dan pengolahan panas dengan berbagai bahan pelindung.

2. Kayu
Kayu dapat digunakan untuk bangunan rumah tinggal dan bangunan umum lainnya. Penggunaan kayu digunakan untuk bentang yang terbatas. Namun, dengan laminasi dapat dicapai bentangan yang besar (dengan perekat sintetis). Kayu dapat digunakan sebagai kolom, konstruksi atap, dinding, lantai, maupun ornamen dekoratif baik di dalam ruang maupun di bagian luar ruangan. Selain itu, rangkaian bilah-bilah kayu juga dipergunakan sebagai kerai, plafon, dan furniture.

Beberapa  jenis  kayu  memiliki ketahanan yang tinggi baik terhadap pengaruh iklim maupun serangga seperti rayap dan sejenisnya. Dengan didukung pemakaian yang tepat dan pengolahan yang baik, kayu akan menjadi lebih tahan lama. Kemampuan pengisolasian panas dikategorikan sedang, penyerapan panas kecil, dan mampu bertahan terhadap tiupan angin kencang. Kemampuan pemantulan rata-rata 50%. Namun, untuk kayu yang berwarna gelap, kemampuan pemantulan ini lebih kecil. Kerapatan tergantung pada bentuk selnya, antara 200 kg/m3, yakni jenis kayu balsa, sampai 1250 kg/m3 (lignum viate). Kayu memiliki kestabilan mekanis yang baik. Kemungkinan   perbaikan   dan penggantian mudah. Kadar kelembaban yang ideal adalah 12-15 %. Sisi-sisi papan serat kayu  sangat  tidak  tahan  terhadap kelembaban.

Kelemahan kayu adalah mudah terbakar, pengolahan yang kurang baik, mudah dimakan serangga, rayap dan serangga perusak lainnya. Di dalam air/laut kayu mudah dirusak oleh siput. Selain itu, konstruksi kayu dapat dirusak oleh binatang pengerat, atau jamur yang menimbulkan kebusukan kering.

Beberapa pencegahan dan penanggulangan untuk mempertinggi ketahanan kayu dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: pengecatan, memperkecil pori-pori kayu, perendaman, pengawetan, atau diffuse dengan bermacam-macam

bahan kimia. Ketahanan terhadap jamur dan serangga melalui pemrosesan dengan minyak ter (kreosol), bahan-bahan yang larut dalam air (garam, tembaga, khrom, Arsen, Brom) atau larutan organik (penta khlorofenol, naftalin dikhlorinasi). Bahan pencegah terhadap kebakaran adalah asam borat, monomonium fosfat, diamonium fosfat.

3. Tanah, tanah liat, pasir
Tanah, tanah liat, dan pasir banyak terdapat di daerah tropis. Laterit adalah bahan bangunan khas daerah tropis lembab, berwarna putih abu-abu sampai merah tua, tergantung pada kadar besinya. Tanah liat ada di daerah kering. Bahan ini umumnya bisa dipergunakan untuk bangunan rumah-rumah tradisional tidak bertingkat. Namun, dengan pengolahan menjadi berbentuk blok yang distabilisasi dan diproduksi dengan mesin dapat dipergunakan untuk bangunan rumah tinggal bertingkat dua sampai tiga lantai, bahkan di Arab Selatan terdapat rumah setinggi 10 -12 tingkat yang terbuat dari batu bata-tanah liat kering udara-tanpa tulangan. Bentuk paling sederhana adalah ditumpuk dengan tangan tanpa cetakan dan rangka, terutama di daerah tropis. Penggunaan untuk daerah tropis lembab harus dipergunakan dengan sistim rangka.

Batu bata dari tanah liat dikeringkan dengan udara atau ditekan dengan tangan. Penguatan blok tanah liat tekan bisa dibuat dengan penambahan 3 - 20% semen, kapur, bitumen, damar, atau bahan pengikat lainnya disesuaikan dengan komposisi tanah. Adukan lumpur lebih tahan lama bila ditambahkan dengan bitumen. Laterit lembek dipotong dalam blok-blok, dikeringkan, dan digunakan seperti batu bata, atau diperkuat dengan bahan pengikat dan dibentuk dan ditekan menjadi blok. Laterit keras dimanfaatkan seperti batu alam.

Tanah liat padat memiliki kerapatan 2100 kg/m3, tanah liat dengan jerami 1600 kg/m3 dan batu laterit 2100 kg/m3. Ketahanan yang baik terdapat pada bahan yang telah distabilisasi. Bahan padat memiliki kekuatan tekan tertinggi (sampai 40 N/mm2), terutama untuk keawetan, karena secara struktural tidak diperlukan. Kemampuan pemantulan 20-30%, kemampuan pengisolasian baik, kemampuan penyerapan panas tinggi, dan tahan terhadap angin.

Tanah liat ini bisa dihaluskan, dicampur dengan air, dibentuk sesuai kebutuhan, lalu dikeringkan, dan dibakar. Batu bata digunakan untuk dinding sebagai bahan pengisi maupun struktur utama, sebagai kolom, lantai, pipa drainase, atau pipa saluran yang lain. Tanah liat juga bisa dibuat menjadi tembikar, berupa patung, peralatan rumah tangga, maupun hiasan dekoratif. Tanah liat sangat bervariasi dalam cara pengolahan, bentuk, ukuran, kualitas, dan tingkat kelentingan. Di Indonesia ukuran batu bata yang standar dan masih belum ada, di masing-masing daerah seringkali ditemukan batu bata dengan warna dan ukuran yang berlainan. Untuk menghemat biaya transportasi, bentuk-bentuk yang sederhana dapat diproduksi di daerah yang dekat dengan lokasi bahan baku utama atau bangunan.

Bila diolah secara tepat, batu bata dapat tahan terhadap cuaca, karena berpori. Penyerapan panas cukup baik, dengan kemampuan penyaluran panas rendah. Bata berongga (25-50% lubang) memiliki daya penyerapan dan transmisi panas yang lebih kecil, sehingga cocok untuk iklim tropis lembab. Kemampuan pantulnya rata–rata 30-40% kerapatan, tergantung pada komposisi bahan, 1200-2300 kg/m3. Kekuatan tekannya juga tergantung pada tingkat dan kualitas pembakaran dan bahan baku, yaitu antara 10-180 N/mm2. Batu bata tahan terhadap kerusakan mekanis. Penggunaan untuk saluran, dapat dibuat tahan asam dengan penambahan bahan-bahan mineral dan logam serta pembakaran sampai keras. Untuk bahan konstruksi dinding, atau pada alur-alur retakan akibat gempa bumi atau angin, dibutuhkan penguat sejenis besi baja atau strimin/rangkaian kawat.

Kelemahan batu bata adalah bisa tembus air jika terkena tampias hujan yang terus menerus. Namun, ini bisa ditanggulangi dengan mempertebal dinding atau pasangan batu bata. Tekanan karena tembusan air pada waktu hujan lebat yang menerobos melalui retakan pada sambungan lebih kuat dibandingkan dengan batu bata. Apabila terjadi hal seperti ini, penyumbatan dapat dilakukan dengan cat silicon atau bahan lain yang tahan air.

Batu bata dapat menjadi retak akibat tingginya pemanasan lapisan luar oleh sinar matahari dan pendinginan bagian dalam oleh pendingin ruangan. Lubang batu bata yang tidak tertutup mudah menjadi sarang dan jalan bagi serangga, rayap, lipas, tikus kelelawar, dan burung sriti. Apabila terkena kelembaban yang terus menerus, maka akan tumbuh jamur dan lumut. Demikian juga yang terjadi apabila pemasangan pondasi di bawahnya dapat merembeskan air (air tanah dari bawah ke sepanjang pasangan batu bata).

Kelemahan bahan dari tanah liat adalah bila terkena hujan yang terus menerus mudah rusak, daya tahan rendah terhadap kelembaban, sehingga diperlukan adanya perbaikan setelah musim hujan berhenti, penyusutan dan pemuaian tergantung pada kadar kelembaban.
 
4. Batu Alam
Batu alam mudah didapat di daerah tropis, tetapi jumlahnya lebih sedikit di daerah dataran rendah tropis basah (hutan musim) dan di daerah pasir yang tidak berbata (padang pasir pantai). Bahan ini termasuk bahan bangunan lokal Indonesia. Jenis sangat bervariasi. Batuan jenis laterit dan batu koral terdapat di daerah tropis. Batu alam digunakan secara struktural sebagai pondasi rumah tinggal dan bangunan sederhana lainnya, perkerasan jalan, trotoar, dam, jembatan, tembok tepi sungai, dan turap. Selain itu, batu alam juga digunakan sebagai dinding pasangan batu, pasangan lantai, dan relief dekoratif. Pada umumnya, batu alam tahan terhadap angin dan cuaca.

Batu alam yang padat memiliki kemampuan penyerapan panas tinggi, sedangkan yang berpori baik sebagai isolator panas yang tinggi, seperti batu vulkanik dan koral. Kerapatan jenis batu alam bervariasi tergantung jenis batuannya, contohnya batu koral 1300 kg/m3, basalt 3000 kg/m3, sedangkan laterit bervariasi  menurut komposisi dari porositasnya.

Kekuatan tekan bervariasi, tergantung dari jenis batuannya, misalnya batuan endapan, seperti batu tuff vulkanik 20-30 N/mm2, batu kapur 20–180 N/mm2; batuan eruptif lebih tinggi, seperti lava basalitik 80-150 N/mm2, granit 160–240 N/mm2, clorit 170-300 N/mm2, dan basalt 250-400 N/mm2, sedangkan batuan metamorfis, seperti marmer 80-180 N/mm2 dan kuarsit 50-300 N/mm2. Ketahanan batu alam terhadap kerusakan mekanis cukup tinggi.

Batu alam juga memiliki kekurangan, yaitu adanya bahaya gesekan pada batuan berpori, seperti batu kapur dan pasir oleh benda-benda keras yang terbawa angin; bahaya korosi karena pencemaran udara; dan bahaya kerusakan karena pembentukan kristal garam yang terbawa oleh air laut, tanah, atau adukan yang tidak bersih.

Perubahan warna dan permukaan oleh perusak organik, seperti ganggang, jamur, dan lumut; kerusakan oleh genangan air; pertukaran ion; dan pembentukan asam juga dapat terjadi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan juga dalam pemakaian batu alam ialah adanya perusak organik yang dapat mempercepat pertumbuhan tumbuhan berbahaya, kerusakan oleh akar, kemungkinan terdapat sarang serangga pada batuan berpori, dan dapat menjadi jalan rayap masuk ke dalam bangunan. Di daerah bahaya gempa, ketahanan konstruksi batu alam tergolong rendah. Perubahan warna batu alam dapat terjadi apabila berhubungan dengan tembaga, perunggu, serta baja atau kayu yang diolah dengan asam tanik.

5. Semen Asbes
Semen asbes banyak digunakan, terutama yang berbentuk lembaran bergelombang sebagai penutup atap. Pemasangannya mudah, fleksibel, dan dapat dipergunakan untuk bentangan yang cukup lebar. Selain itu, semen asbes juga dapat digunakan sebagai dinding, elemen pelindung matahari, saluran air limbah, lapisan pencegah api pada konstruksi baja dan kayu, dan furniture. Semen asbes tahan terhadap korosi dan api. Penggunaannya sangat cocok untuk daerah tropis dengan karakteristik kedap angin, kemampuan penghantaran panas kecil, penyerapan baik, dan pemantulan panas rata-rata 25-50%, tergantung pada usia bahan. Kerapatan 2100kg/m2 (2,1 kg/m2 pada pelat dengan tebal 1 cm)

Kelemahannya adalah adanya resiko rusak saat pengangkutan, baik melalui darat maupun laut; sensitif terhadap tumbuhan mekanik; tidak tahan gempa; mudah pecah oleh tekanan. Namun, semen asbes tahan terhadap gangguan tumbuhan diatasnya, dan tumbuhan tersebut dapat mengurangi pantulan. Semen asbes dapat dibersihkan dengan larutan tembaga sulfat. Namun, terdapat indikasi bahwa serbuk-serbuk semen asbes sangat tidak baik terhadap kesehatan tubuh, terutama bagi pernafasan dan dapat menyebabkan kanker. Bahan-bahan yang dapat merusak semen asbes, antara lain asam organik dan anorganik, minyak dan lemak tumbuhan, larutan garam, kondensasi air panas yang terus menerus, dan air yang agresif.

Komentar